Oleh Muhammad
Tijani as Samawi
Pertama-tama
harus kuingatkan bahwa Allah SWT telah memuji di dalam berbagai ayat Al Quran
sahabat-sahabat Rasul yang memang benar-benar mencintainya dan mematuhinya
tanpa pamrih atau tantangan atau keangkuhan. Mereka hanya menginginkan
keridhaan Allah dan Rasul-Nya semata-mata; dan Allah juga ridha kepada mereka
lantaran takwa mereka kepada-Nya. Ini adalah golongan sahabat yang dinilai
tinggi oleh segenap kaum muslimin lantaran sikap dan perilaku mereka yang luhur
terhadap Nabi SAW. Setiap kali mereka disebut, maka kaum muslimin akan
mencintai mereka, mengagungkan kedudukan mereka dan mengucapkan kalimat
Radhiallahu A'nhum kepada mereka.
Penelitianku
bukan di sekitar golongan sahabat jenis ini yang sangat dihormati dan disanjung tinggi oleh
Sunni dan Syi'ah. Sebagaimana aku juga tidak akan sentuh kelompok sahabat yang
dikenal sebagai munafiqin yang telah dilaknat oleh segenap kaum muslimin, Sunni
dan Syi'ah. Aku hanya akan meneliti kelompok sahabat yang dipertikaikan oleh
kaum muslimin, dan yang kadang-kadang dicela dan diancam oleh Al Quran. Sahabat
jenis ini seringkali diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam berbagai
kesempatan, atau Nabi memperingatkan kaum muslimin dari mereka. Di sinilah
letak perbedaan antara Sunni dan Syi'ah dalam menilai sahabat. Syi'ah meragukan
keadilan mereka dan mengkritik ucapan dan tindak tanduk mereka sementara Ahlu
Sunnah Wal Jama'ah menghormati mereka walau terbukti telah melakukan berbagai
pelanggaran.
Penelitianku
hanya pada golongan sahabat jenis ini agar aku dapat sampai pada suatu
kebenaran, atau sebagian kebenaran sekalipun. Kunyatakan ini agar jangan sampai
ada orang berkata bahwa aku telah melupakan sejumlah ayat yang memuji para
sahabat Rasulullah SAW, dan hanya mengungkapkan ayat-ayat yang bernada celaan
saja. Namun dalam penelitianku, aku menjumpai berbagai ayat yang bernada
memuji, tetapi pada masa yang sama ia juga menyirat suatu celaan dan
sebaliknya.
Aku tidak akan
memuatkan di sini semua hasil penelitianku selama tiga tahun itu. Aku hanya
akan sebutkan sebagian ayat sebagai contoh agar tulisan ini menjadi ringkas.
Namun bagi mereka yang menginginkan kerincian dan pendalaman, hendaknya dia
menyempatkan waktu untuk meneliti, membuat perbandingan dan menelaah seperti
yang kulakukan, agar kebenaran yang didapati adalah benar-benar hasil dari
titik peluh sendiri seperti yang dituntut oleh Allah dan juga oleh hati nurani
masing-masing. Dengan cara itu ia akan memperoleh keyakinan yang sangat dalam
yang tidak akan dapat digoyahkan oleh sebarang angin yang bertiup. Sudah pasti
bahwa kebenaran yang didapati lantaran kepuasan diri adalah lebih baik dari
sekadar pengaruh unsur luar yang diterima.
Allah SWT
berfirman ketika memuji NabiNya: "Dan Dia mendapatimu sebagai seorang
yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. Adh-Dhuha: 7).
Yakni, Dia menunjukkanmu kepada kebenaran ketika kau mencarinya.
Allah juga berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad
(bersungguh-sungguh) di dalam (mencari) jalan Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami". (QS. Al 'Ankabuut: 69).
Ayat Inqilab
Allah
berfirman: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke
belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun;
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur" (QS.
Ali Imran: 144).
Ayat ini dengan
amat jelas menunjukkan bahwa sahabat akan berbalik ke belakang segera setelah
wafatnya sang Nabi; dan hanya sedikit dari mereka yang masih tetap konsisten
seperti yang tersirat di dalam kandungan ayat tersebut. Hal ini
dapat kita pahami dari ungkapan kalimat "as-Syakirin"
(orang-orang bersyukur) yang menunjukkan masih adanya orang-orang yang
tetap dan tidak balik ke belakang. Kelompok as-Syakirin ini tidak
berjumlahbanyak. Allah berfirman dalam ayat lain: "Dan sedikit sekali
dari hamba-hamba-Ku yang berterima-kasih" (QS. Saba': 13).
Sejumlah hadis
Nabi juga mendukung penafsiran di atas seperti yang akan kita sebutkan
sebagian. Walaupun dalam ayat ini Allah tidak menyebut balasan apa yang akan
ditimpakan kepada orang-orang yang berbalik dan hanya memuji serta akan memberi
ganjaran pada orang-orang yang bersyukur, namun sudah sangat jelas bahwa mereka
yang berbalik sudah pasti tidak akan memperoleh sembarang ganjaran. Hal ini
akan kita bincangkan Insya Allah ketika menelaah hadis-hadis Nabi yang
berkenaan dengannya.
Ayat ini juga
tidak dapat ditafsirkan untuk orang-orang seperti Thulaihah, Sujah dan al-Aswad
al-A'nsi, dengan alasan ingin memelihara kemuliaan sahabat. Sebab tiga orang di
atas telah murtad dari Islam dan mengaku sebagai nabi di zaman risalah. Nabi
telah perangi mereka dan mengalahkan mereka. Ayat ini juga tidak dapat
ditafsirkan untuk Malik bin Nuwairah dan para pengikutnya yang enggan
memberikan zakat pada periode Abu Bakar lantaran berbagai alasan, yang antara
lain, karena mereka berhati-hati dan ingin tahu perkara yang sebenarnya.
Mengingat ketika mereka pergi haji bersama Rasulullah di Hujjah al-Wada' (Haji
Terakhir) mereka telah berikan bai'at pada Ali di Ghadir Khum usai dilantik
oleh Nabi sendiri sebagai khalifahnya. Abu Bakar juga termasuk dalam daftar
orang-orang yang pernah memberinya bai'at.
Tiba-tiba
mereka terkejut dengan kedatangan seorang utusan sang khalifah yang memberitahu
bahwa Nabi telah meninggal, dan atas nama khalifah baru, yakni Abu Bakar mereka
meminta harta zakat. Peristiwa ini juga hampir diabaikan oleh sejarah dengan
alasan ingin menjaga kemuliaan sahabat. Padahal Malik dan para pengikutnya juga
adalah orang-orang muslim. Keislaman mereka disaksikan sendiri oleh Umar dan
Abu Bakar serta beberapa sahabat yang lain. Ketika Khalid bin Walid membunuh
Malik bin Nuwairah, Umar memprotesnya. Dan sejarah sendiri membuktikan bahwa
Abu Bakar membayar diyah (ganti rugi) Malik kepada saudaranya Mutammim dari
harta Baitul Mal dan meminta maaf atas tragedi pembunuhan ini. Padahal dalam
Islam sangat jelas bahwa mereka yang murtad wajib dibunuh, diyahnya tidak boleh
diberikan dari Baitul Mal dan tidak perlu minta maaf.
Maksud ayat
inqilab ini adalah para sahabat yang hidup di zaman nabi dan yang berada di
kota Madinah itu sendiri. Ayat ini menunjukkan akan adanya sejumlah sahabat
yang akan berbalik segera setelah wafatnya Nabi SAWW. Hadis-hadis nabi yang
lain juga menerangkan sejelas-jelasnya tentang hal ini tanpa keraguan
sedikitpun. Kita akan membicarakan hal ini dalam babnya tersendiri, Insya
Allah. Sejarah juga sebaik-baik bukti atas inqilab mereka setelah wafatnya nabi
ini. Dan kita akan lihat betapa sedikitnya yang selamat ketika kita teliti
peristiwa-peristiwa yang terjadi di antara kalangan para sahabat itu sendiri.
Ayat Jihad
Allah SWT
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila
dikatakan kepada kamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah' kamu
merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan
di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan kehidupan di
dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika
kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa
yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan
dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. At Taubah: 38, 39) Maha Benar Allah Yang
Maha Agung.
Ayat ini juga
amat jelas mengatakan bahwa sahabat merasa berat untuk pergi berjihad di
jalan-Nya. Mereka lebih memilih untuk hidup di dunia walau mereka tahu
nikmatnya hanya sedikit sekali. Sikap mereka seperti ini dicela oleh Allah dan
diancam dengan azab yang pedih. Dan Allah akan mengganti mereka dengan
orang-orang mukmin lain yang jujur. Ancaman penggantian ini tersurat dalam
berbagai ayat AlQuran. Hal ini menunjukkan bahwa mereka seringkali merasa berat
hati ketika diseru pada jihad di jalan Allah SWT. Di dalam ayat lain Allah
berfirman: "... Dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu
(ini)" (QS. Muhammad: 38). Atau firman Allah yang lain: "Hai
orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Maidah: 54).
Kalau kita
ingin rincikan ayat-ayat yang menyirat makna seperti ini dan mengungkapkan
kebenaran adanya pembagian kelas sahabat seperti yang dikatakan oleh Syi'ah,
khususnya mereka seperti yang kita bincangkan ini, maka tak syak lagi ia akan
memerlukan buku tersendiri. Al Quran telah mengungkapkannya dengan nada yang
ringkas dan sangat fasih. Firman Allah: "Dan hendaklah ada di antara
kamu segolongan ummat yang menyerukepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang
beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang
bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri,
dan ada pula yang menjadi hitam muram. Adapun orang-orang yang
menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): 'Kenapa kamu
kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmuitu'. Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka
mereka berada dalam rahmat Allah (syurga); mereka kekal di dalamnya"
(QS. Ali Imran: 104,105,106,107). Maha Benar Allah Yang Maha Tinggi Dan Maha
Agung.
Bagi para
penelaah dan peneliti, mereka tahu bahwa ayat ini berbicara dengan para sahabat
dan mengingatkan mereka akan perselisihan dan perpecahan setelah datangnya
hujah-hujah yang jelas. Ia mengancam mereka dengan azab yang pedih, sekaligus
membagi mereka pada dua golongan. Yang satu akan dibangkitkan kelak dengan muka
yang putih berseri-seri; mereka adalah orang-orang yang bersyukur dan berhak
menerima rahmat Allah SWT. Yang lain akan dibangkitkan kelak dengan muka yang
hitam dan muram. Mereka adalah orang-orang yang telah murtad setelah mereka
beriman. Dan Allah telah mengancam mereka dengan azab yang pedih.
Jadi jelas
bahwa para sahabat telah berpecah dan berselisih setelah wafatnya Nabi SAW.
Mereka telah nyalakan api fitnah sehingga mereka saling berperang dan
menumpahkan darah yang mengakibatkan kemunduran kaum muslimin dan menjadi
sasaran musuh-musuhnya. Ayat di atas tidak dapat ditakwilkan atau dirobah
pengertiannya lain dari apa yang bias dipahami oleh akal.
Ayat Khusyu'
Firman Allah:
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk
menundukkan hati mereka ingat pada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka). Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang yang
sebelumnya yang telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di
antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al Hadiid: 16).
Maha Benar Allah Yang Maha Tinggi Dan Maha Agung.
Di dalam kitab al-Dur
al-Mantsur, karya Jalaluddin as-Suyuthi, tertulis berikut: "Ketika
sahabat-sahabat Nabi datang ke Madinah, mereka merasakan kenyamanan hidup dibandingkan
dengan penderitaan yang mereka alami sebelumnya (di Mekkah). Karenanya seakan
mereka menjadi lemah dan malas dibandingkan waktu-waktu yang lalu. Kemudian
mereka dihukum lantaran "perubahan" seumpama itu. Dalam riwayat lain,
Nabi SAW pernah bersabda bahwa Allah SWT melihat keengganan hati para muhajirin
meskipun telah tujuh belas tahun mereka saksikan turunnya Al Quran. Kemudian
Allah berfirman berikut, "Bukankah telah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman..." Nah, jika para sahabat --manusia yang
paling baik dalam pandangan Ahlu Sunnah Wal Jama'ah-- masih belum mempunyai
hati yang khusyu' dan tunduk ketika mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah diturunkan sepanjang tujuh belas tahun, sehingga Allah melihat keengganan
mereka dan menegur mereka, serta mengingatkan mereka dari memiliki hati yang
keras yang mungkin bisa membawa kepada kefasikan, maka kita tidak dapat
menyalahkan orang-orang Quraisy yang baru menerima Islam pada tahun ketujuh
Hijriah, usai Fathu Makkah.
Demikianlah sebagian
contoh yang dapat kusimpulkan dari Kitab Allah. Buktinya sangat kuat. Dan ia
menunjukkan bahwa tidak semua sahabat adalah adil seperti yang dikatakan oleh
Ahlu Sunnah Wal Jama'ah. Apabila kita teliti hadis-hadis Nabi, segera kita akan
dapati contohcontoh lain yang berlipat ganda. Karena aku telah berjanji untuk
membuatnya secara ringkas, maka aku tuliskan sebagian contoh saja; dan biarlah
penelaah-penelaah kritis lain yang meneliti permasalahan ini dengan lebih
dalam. (*)
Menarik dan mencerahkan....tulisan-tulisan seperti inilah yang justru untuk mencerahkan masyarakat Indonesia
BalasHapus