Hak Tetangga
Salah
satu hal yang mendapat perhatian besar dalam Islam adalah masalah emosi, gotong
royong dan upaya saling membantu. Masalah-masalah ini semakin menemukan
tempatnya saat manusia memasuki era seperti sekarang ini, yaitu era modern yang
menjerumuskan manusia ke dalam kehidupan mesin. Islam berusaha membangun
tatanan dan kehidupan sosial yang baik dan sehat dengan hubungan yang hangat
dan saling percaya di antara semua elemen masyarakatnya. Untuk itu, Islam
menekankan semua hal yang bisa memperkuat hubungan sosial di antara anggota
masyarakat serta melarang apa saja yang bisa melemahkannya.
Dalam
perspektif Islam, hubungan di antara manusia harus tercipta dengan landasan
ketulusan dan kejujuran tanpa ada noda tipu daya dan kecurangan. Pergaulan yang
baik akan melahirkan keamanan dan ketenangan hati sementara penyalahgunaan
kepercayaan akan memicu kemerosotan akhlak dan menimbulkan banyak dilema sosial
lainnya. Menurut para ahli, kemunduran dan dekandensi akhlak di tengah
masyarakat biasanya disebabkan oleh kesalahan individu yang lantas menemukan
bentuknya dalam hubungan sosial. Fenomena itu secara perlahan akan menggerus
tatanan sosial dan membawanya kearah penyimpangan.
Untuk
mempererat hubungan di antara manusia, agama menganjurkan kita untuk berbuat
baik kepada sejumlah kelompok, diantaranya tetangga. Berbuat baik kepada
tetangga sangat berkesan dalam menciptakan ketenangan dan mendatangkan rasa
aman bagi anggota keluarga. Limpahan berkah akan datang ketika orang-orang yang
bertetangga menjalin hubungan yang baik di antara mereka. Salah satu berkahnya
adalah kian menguatnya jiwa kebersamaan dan rasa saling menolong untuk
menciptakan lingkungan yang baik dan sehat. Hal itu akan menimbulkan kesan yang
baik pada jiwa dan memperpanjang usia. Tetangga yang baik adalah nikmat Ilahi
yang sangat berharga. Hati akan tertambat saat hubungan antartetangga terbina
dengan penuh kasih sayang. Karena itu, Islam menekankan hubungan baik ini. Imam
Ali as berkata, “Tetangga yang baik akan
memakmurkan negeri dan memperpanjang usia.”
Bersikap
baik, menolong kala diperlukan, mengunjungi saat sakit, mengulurkan bantuan
keuangan dan berbagi rasa, adalah tanda-tanda bagi hubungan cinta sesama di
antara manusia dan tugas yang diemban masing-masing orang terhadap tetangganya.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadisnya bersabda, bahwa banyak sekali perintah
Allah untuk menjaga hak tetangga sampai-sampai muncul anggapan bahwa tetangga
akan saling mewarisi.
Dalam
sebuah hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda, “Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berbuat baik kepada
tetangganya.” Berbuat baik dalam hadis itu memiliki makna yang luas.
Menurut beliau, seseorang yang ingin meninggikan atap rumahnya supaya meminta
persetujuan tetangganya agar peninggian atap rumah itu tidak menghalangi tiupan
angin atau masuknya cahaya ke dalam rumah tetangganya. Jika tetangga mendapat
suatu anugerah hendaknya ia datang untuk mengucapkan selamat. Ucapan itu akan
menyenangkan hati tetangganya.
Imam
Sajjad dalam Risalatul Huquq menyebutkan beberapa hak bagi tetangga. Beliau
mengatakan, “Hak tetangga adalah hendaknya
engkau menjadi penjaga baginya saat ia tidak ada. Saat ia ada hendaknya engkau
menghormatinya dan membantunya dalam semua hal. Jangan memata-matainya untuk
mengetahui rahasia dan kejelekannya. Jika mengetahui keburukannya maka jadilah
engkau benteng atau tabir yang menutupinya. Jangan engkau dengarkan kata-kata
yang menyudutkannya. Jangan biarkan ia sendirian mengatasi kesulitan. Janganlah
iri saat melihat ia mendapat kesenangan. Maafkanlah jika ia melakukan
kesalahan. Perlakukanlah ia dengan lemah lembut meski ia melakukan tindakan
bodoh terhadap dirimu. Jangan pernah engkau mencemoohnya dengan kata-kata. Dan
perlakukanlah ia dengan penghormatan.”
Sejatinya,
gesekan adalah satu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketika sekelompok manusia hidup bersama dalam sebuah lingkungan mungkin ada
sejumlah oknum yang tidak mengindahkan prinsip pergaulan dan hubungan yang
baik. Tindakan itu akan menghilangkan kenyamanan dan membuat banyak orang
terganggu. Kondisi itu memicu munculnya ketidakharmonisan dan kekeruhan
hubungan di tengah masyarakat. Imam Sajjad mewanti kita untuk tidak
mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain serta selalu berusaha menjaga
keamanan mereka. Rumah adalah tempat berlindung yang aman bagi semua orang.
Beliau juga menekankan bahwa semua orang hendaknya memerhatikan ketegangan dan
kenyamanan anggota masyarakat lainnya, terutama tetangga. Jangan sampai
mengganggu dan jika ada kesalahan kita diimbau untuk berlapang dada dan
memaafkan.
Hak Sesama
Manusia
Bermacam-macamnya
akidah dan kepercayaan yang ada di dunia ditambah dengan keberagaman etnis,
suku bangsa dan bahasa menciptakan istilah mayoritas dan minoritas dalam sebuah
masyarakat. Istilah minoritas yang saat ini dikenal menunjuk kepada sekelompok
manusia yang berbeda dengan kebanyakan anggota masyarakat dan tidak terlibat
dalam sistem politik dan sosial. Perbedaan kelompok ini dari kebanyakan orang
bisa disebabkan oleh unsur kesukuan atau keyakinan dan agama.
Ketika
menilik pandangan Islam terkait hubungan antar manusia, kita akan berkesimpulan
bahwa Islam menolak pengelompokan masyarakat berdasarkan kesukuan dan ras.
Dalam ideologi Islam, kebangsaan diatur berdasarkan dua kriteria; keimanan dan
perjanjian. Karena itu di sebuah negara Islam para pemeluk agama ilahi yang
lain bisa menjadi bagian dari masyarakat dengan ketentuan dan syarat-syarat
tertentu yang diatur dalam perjanjian dengan masyarakat Muslim. Dengan demikian
mereka berhak masuk menjadi bagian dari bangsa dan masyarakat itu meski dalam
bentuk kelompok minoritas.
Salah
satu keistimewaan yang ada pada Islam adalah bahwa agama ini tidak pernah
memaksa orang untuk mengikuti Islam. Dulu, ketika menyampaikan misi risalah
kenabiannya, Rasulullah Saw juga membiarkan masyarakat untuk menentukan sendiri
pilihan mereka. Al-Quran menyinggung hal itu dalam banyak kesempatan diantara
dalam surat al-Kafirun. Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengatakan kepada
kaum kafir, "Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan
kalianpun tidak menyembah apa yang aku sembah." Di akhir surat itu
ditegaskan, "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku."
Kaum
muslimin sebagaimana diserukan oleh al-Quran mengimani risalah para nabi
sebelumnya Rasulullah Saw dan kitab-kitab Ilahi yang turun untuk umat-umat
sebelumnya. Umat Islam memandang cara nabi terdahulu sebagai insan-insan saleh
dan hamba-hamba pilihan Allah. Karena itu, Islam menghormati pemeluk
agama-agama Ilahi yang terdahulu dan menyeru kaum muslimin untuk menjaga etika
insani dalam pergaulan dengan mereka. Islam menyebut kelompok agama lain dengan
sebutan dzimmi, Ahlul Kitab atau mu'ahad yang berarti kelompok yang menjalin
perjanjian dengan pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam harus melindungi
hak-hak insani mereka. Imam Ali as dalam mandatnya kepada Malik Asytar
menegaskan, "Masyarakat terbagi dua, saudaramu seagama atau padananmu
dalam penciptaan. Sebagaimana engkau suka jika Allah memaafkanmu dan menutup
mata dari kesalahanmu, maka perlakukan mereka dengan kasih sayang dan lemah
lembut."
Diriwayatkan
bahwa suatu hari Imam Ali as yang saat itu menjabat sebagai khalifah umat Islam
melihat seorang lelaki tua yang buta. Imam bertanya tentang orang itu. Para
sahabat beliau menjawab, "Dia adalah lelaki Nasrani yang dulu ketika masih
muda dan punya penglihatan yang baik menghabiskan waktunya untuk mengabdi
kepada pemerintahan. Imam Ali as berkata, "Saat muda kalian
memanfaatkannya dan kini saat renta dan tak berdaya kalian tidak memberinya apa
yang menjadi haknya." Beliau lantas memerintahkan bendahara Baitul Mal
untuk memenuhi kebutuhan lelaki tua itu dari khazanah kekayaan kaum muslimin.
Islam
sangat memerhatikan kondisi seluruh anggota masyarakat. Imam Sajjad dalam kitab
Risalatul Huquq menjelaskan hak-hak Ahlu Dzimmah. Mereka adalah kelompok non
Muslim yang hidup di tengah masyarakat Islam dengan tetap memegang teguh agama
dan kepercayaannya. Dalam aturan Islam, mereka terikat perjanjian untuk
membayar upeti sebagai jaminan perlindungan atas hak-hak mereka.
Mengenai
kelompok Ahlu Dzimmah, Imam Sajjad as berkata, "Hak Ahlu Dzimmah adalah
bahwa engkau harus menerima dari mereka apa yang Allah terima dari mereka dan
engkau harus setia dengan perjanjian yang telah Allah tentukan bagi mereka.
Perlakukan mereka sesuai hukum Allah dan jauhilah kezaliman terhadap mereka
sebab mereka berada dalam perlindungan Allah dan Rasul-Nya. Dari Rasulullah Saw
diriwayatkan bahwa beliau bersabda, Siapa saja yang menzalimi kaum dzimmi
berarti dia musuhku. Karena itu, takutlah kepada Allah dalam hal ini."
Poin penting yang disinggung oleh Imam Sajjad adalah masalah kesetiaan terhadap
perjanjian yang telah diikat pemerintahan Islam dengan kaum Dzimmi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar