“Dalam buku
itu, disebutkan, aktifitas Goenawan Mohamad dibiayai oleh filantrofi,
seperti, “Ford Foundation, Rockefeller Foundation, Asia Foundation, Open
Society Institute (Goerge Soros), USAID, dan sejumlah tokoh filantrofi dari Yahudi.
Wijaya Herlambang, dosen Universitas Pancasila dan Guna Darma itu, menulis
berdasarkan hasil risetnya tentang Goenawan Mohamad. Sangat menarik apa yang
diungkapkan oleh bukunya Wijaya Herlambang itu, di antaranya, yaitu apa
yang dilakukan oleh Ivan Kats, pimpinan CCF (Conggres for Culture Freedom),
yang merupakan ‘cover’ dari operasi CIA, yang membina Goenawan Mohamad sejak
tahun l960 an. Sangat menarik mengutip buku itu, bagaimana koresponden antara
Kats dengan Goenawan Mohamad, tahun l969, yang menggambarkan Goenawan Mohamad
itu, seperti pesuruh alias ‘kacung’.”
Mereka
(Goenawan dan kelompoknya, kaum neo-liberal) menjadi ‘punggawa’ Boediono.
Dengan kebijakan ekonomi neo-liberal, hingga kaum pribumi digilas oleh aliansi,
kaum neo-liberal dengan majikannya, yaitu Amerika.
Jika
benar seperti diungkapkan oleh Wijaya Herlambang dalam bukunya, “Kekerasan Budaya Pasca l965” (Terbit Nopember 2013),
mengungkapkan sisi gelap sang tokoh bernama ‘Gunawan Mohamad’. Buku yang
ditulis oleh Wijaya Herlambang itu, mengungkapkan adanya dugaan selama ini,
terutama berbagai pihak yang menduga-duga hubungan Goenawan Mohamad dengan
pihak Barat. Dalam buku itu, disebutkan, aktivitas Goenawan Mohamad
dibiayai oleh filantrofi, seperti, “Ford Foundation, Rockefeller Foundation,
Asia Foundation, Open Society Institute (Goerge Soros), USAID, dan sejumlah
tokoh filantrofi dari Yahudi.
Wijaya
Herlambang, dosen Universitas Pancasila dan Guna Darma itu, menulis berdasarkan
hasil risetnya tentang Goenawan Mohamad. Sangat menarik apa yang diungkapkan
oleh bukunya Wijaya Herlambang itu, diantaranya, yaitu apa yang dilakukan
oleh Ivan Kats, pimpinan CCF (Conggres for Culture Freedom), yang merupakan
‘cover’ dari operasi CIA, yang membina Goenawan Mohamad sejak tahun l960-an. Sangat
menarik mengutip buku itu, bagaimana koresponden antara Kats dengan Goenawan
Mohamad, tahun l969, yang menggambarkan Goenawan Mohamad itu, seperti pesuruh
alias ‘kacung’. Kutipannya korespodensinya : “Saya ingin kamu memilih
seorang pemikir Barat (saya ingat kesukaanmu pada Camus), pilih 40-60 halaman
tulisannya. Terjemahkan atau kita minta orang lain menterjemahkannya,
sesudah kamu memilih teksnya. (Tulis) pengantar yang dalam dan tajam yang
bisa menunjukkan kenapa kamu, Gun, merasa bahwa penulis ini memiliki pandangan
yang penting bagi orang Indonesia atau generasimu. Pilih sebuah teks dan
bertarunglah dengan si penulis bagai ‘daimon’ Indonesia menghadapi kekuatan
cahaya. Atau sebaliknya … Saya akan membayarmu $ 50 dollar saja yang jika
disetarakan nilai hari ini tak lebih Rp 3 juta rupiah”.
Penulis
buku ini, Wijaya Herlambang, kemudian membuktikan perintah Ivan Kats ini
dikerjakan oleh Goenawan Mohamad setelah tahun l988, di mana Yayasan Obor
menerbitkan terjemahan Albert Camus, yang dikumpulkan menjadi sebuah bunga
rampai berjudul, “Krisis Kebebasan” dengan pengantar Goenawan Mohamad. Goenawan
memiliki kedekatan dengan Wapres Budiono, seperti nampak jelas, ketika hendak
dideklarasikan sebagai calon wakil presiden di Gedung Saboga Bandung, Goenawan
Mohamad, dan Khatib Basri, serta sejumlah tokoh liberal lainnya, satu kereta ke
Bandung dengan Boediono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar