Puisi Sulaiman Djaya
Memikirkan betapa lembab senja yang malas
bergegas
setelah hujan Maret jadi dingin di kaca, meja,
pintu dan keheningan yang perwira,
aku teringat dirimu dan membayangkan
mesra berbincang. Saling bercerita dan berbagi dusta
tentang apa yang sebenarnya jadi rahasia
ketika waktu dan juga teka-teki di rambutmu
setelah hujan Maret jadi dingin di kaca, meja,
pintu dan keheningan yang perwira,
aku teringat dirimu dan membayangkan
mesra berbincang. Saling bercerita dan berbagi dusta
tentang apa yang sebenarnya jadi rahasia
ketika waktu dan juga teka-teki di rambutmu
tak pernah tuntas kubaca.
Engkau adalah perempuan yang lahir
dari aroma putik-putik bunga
yang tak sempat disinggahi kupu-kupu. Aku tak peduli
adakah malam bertabur bintang
atau hanya udara dan kesunyian yang melepaskan
pepohonan.
Engkau adalah perempuan yang lahir
dari aroma putik-putik bunga
yang tak sempat disinggahi kupu-kupu. Aku tak peduli
adakah malam bertabur bintang
atau hanya udara dan kesunyian yang melepaskan
pepohonan.
Sejak kukenal keindahanmu yang penuh tanda
tanya
aku seperti musim yang terbakar. Sepasang matamu
seperti rimbun fajar yang enggan beranjak.
Oh betapa panjang kesepianku
sebelum aku menemukanmu sebagai kiasan anyelir
dan mawar. Menjelajahi lorong-lorong misteri
yang ingin sekali kukisahkan padamu.
aku seperti musim yang terbakar. Sepasang matamu
seperti rimbun fajar yang enggan beranjak.
Oh betapa panjang kesepianku
sebelum aku menemukanmu sebagai kiasan anyelir
dan mawar. Menjelajahi lorong-lorong misteri
yang ingin sekali kukisahkan padamu.
Sumber:
Majalah Jawara No. 4 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar