Oleh Muhammad
Tijani as Samawi
Aku tiba di
Jeddah. Di sana aku berjumpa dengan temanku Bashir yang hangat menyambut
kedatanganku. Dibawanya aku ke rumahnya dan dihormatinya aku dengan penuh
mesra. Dia luangkan waktunya untuk menemaniku pergi bersiar dan ziarah dengan
mobilnya. Kami pergi umrah bersama-sama dan kami lalui waktu-waktu kami dengan
amal ibadah dan ketakwaan. Aku mohon maaf karena terlambat sampai lantaran
perjalanan ke Irak sebelum ini. Kuceritakan kepadanya temuan baruku. Dia
bersikap terbuka dan ingin tahu. Katanya: "Aku memang pernah mendengar
bahwa mereka mempunyai banyak ulama yang agung dan bersandar pada dalil-dalil
yang kuat. Tetapi di antara mereka banyak juga golongan yang sesat. Pada setiap
musim haji mereka menciptakan berbagai kemusykilan pada kami." Kutanya
kemusykilan seperti apa? "Seperti, shalat di sekitar kuburan, masuk ke
pekuburan Baqi' beramai-ramai, menangis disana dan membawa potongan batu untuk
sujud. Jika mereka pergi ke kuburan Sayyidina Hamzah di Uhud, mereka akan
mengadakan acara takziah, memukul-mukul dada dan menangis kuat seakan-akan
Hamzah baru saja meninggal hari itu. Karena itulah kenapa kerajaan Saudi
melarang mereka masuk ke makam-makam
ziarah."
Aku hanya
tersenyum. Kukatakan padanya apakah dengan ini berarti mereka dihukumkan telah
keluar dari Islam? "Ya, ada lagi yang lainnya." Jawabnya.
"Mereka datang ziarah ke kuburan Nabi, tetapi dalam waktu yang sama mereka
berdiri di depan kuburan Abu Bakar dan Umar, kemudian mencaci dan melaknat
mereka. Sebagian mereka bahkan ada yang melempari kuburan Abu Bakar dan Umar
dengan benda-benda najis dan kotoran." Kata-kata ini mengingatkanku pada
cerita ayahku saat beliau baru pulang dari Haji. Katanya, orang-orang Syi'ah
melemparkan najis ke kuburan Nabi. Ayahku memang tidak pernah menyaksikannya
sendiri. Katanya dia hanya melihat unit keamanan Saudi memukul sebagian jemaah
haji dengan tongkat. Ketika diprotesnya, mereka menjawab bahwa yang dipukul itu
bukan orang-orang Islam. Mereka adalah orang-orang Syi'ah, yang datang membawa benda-benda
najis untuk dilemparkan ke pusara Nabi SAW. Ayahku kemudian berkata:
"Seketika itu juga kami laknat mereka dan meludahi muka mereka."
Sekarang ini
kudengar dari temanku seorang Saudi asal Madinah bahwa orang-orang Syi'ah itu
berziarah ke kuburan Nabi, tapi melemparkan benda-benda najis ke pusara Abu
Bakar dan Umar. Aku meragukan kebenaran dua cerita ini. Karena kulihat sendiri
ruang kuburan Nabi dan kuburan Abu Bakar dan Umar semuanya tertutup. Siapa pun
tidak akan dapat mendekat untuk memegang dan mengusap dari pintu atau
jendelanya. Apalagi ingin melemparkan sesuatu ke dalamnya. Di samping tidak ada
celah-celah, ia dijaga sangat ketat oleh polisi-polisi yang kasar yang silih
berganti berdiri di hadapan setiap pintu. Mereka memegang cambuk dan memukul
setiap orang yang mendekat atau yang berusaha melihat ruang dalam. Kebanyakan
polisi adalah orang-orang Saudi sendiri. Mereka mengkafirkan Syi'ah agar punya
alasan untuk memukul mereka; dan supaya kaum muslimin tergugah untuk memerangi
mereka atau paling tidak akan diam atas penghinaan terhadap mereka. Kelak nanti
kalau pulang ke negeri masing-masing, mereka akan mengatakan bahwa Syi'ah
adalah mazhab yang membenci Rasulullah SAW dan melemparkan benda-benda najis ke
kuburannya. Dengan demikian maka mereka telah dapat melempar dua burung dengan
satu batu!
Hal ini serupa
dengan cerita seorang alim yang kupercaya. Katanya: "Ketika kami sedang
tawaf di Baitullah, tiba-tiba seorang anak muda termuntah akibat perutnya yang
mual dan desakan orang ramai. Polisi-polisi yang menjaga Hajarul Aswad kemudian
datang dan memukulnya. Ditariknya anak muda ini dengan cara yang sangat
memilukan. Kemudian ia dituduh sengaja datang ke Ka'bah dengan membawa benda
najis untuk mengotorinya. Setelah "dibuktikan" maka anak muda ini
dihukum mati pada hari itu
juga.
Drama-drama
seperti itu mulai mengusik benakku. Aku sejenak merenungkan kata-kata temanku
Saudi ini yang mengkafirkan Syi'ah. Sebabnya tiada lain karena orang-orang
Syi'ah itu menangis, memukul-mukul dada, sujud di atas tanah dan shalat di
sekitar kuburan. Aku bertanya-tanya apakah ini dalilnya untuk mengkafirkan
orang yang bersaksi Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Hamba-Nya
dan Utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan,
pergi haji ke Baitullah al-Haram dan melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar?
Aku tidak ingin
membantah dan berselisih dengannya. Aku hanya berkata: "Semoga Allah
membimbing kita dan mereka ke jalan yang lurus; dan semoga laknat Allah
ditimpakan kepada musuh-musuh agama yang telah menipu-daya Islam dan kaum
muslimin." Setiap kali aku bertawaf ketika umrah dan ketika ziarah ke
Makkah al-Mukarramah, yang ada hanya segelintir manusia saja. Aku shalat dan
memohon kepada Allah dengan segala jiwa ragaku agar dibukanya hatiku dan
dibimbingnya aku ke jalan yang benar.
Aku berdiri di
belakang makam Ibrahim a.s. Aku baca ayat berikut: "Dan berjihadlah kamu
pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu. Dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung
dan sebaik-baik Penolong" (QS. Al-Haj: 78).
Lalu aku mulai
bermunajat dengan Sayyidina Ibrahim atau bapak kita seperti yang disebut oleh
Al Quran. "Wahai bapak kami. Duhai yang menamakan kami sebagai Muslimin.
Lihatlah anak-anakmu yang telah berselisih setelah ketiadaanmu. Mereka telah
menjadi Yahudi, Nasrani dan Muslimin. Dan Yahudi telah berpecah kepada tujuh
puluh satu golongan; Nasrani telah berpecah kepada tujuh puluh dua golongan,
dan kaum muslimin telah berpecah juga kepada tujuh puluh tiga golongan. Semua
mereka tersesat seperti yang diberitakan oleh puteramu Muhammad dan satu
golongan saja yang masih setia di jalanmu."
Apakah ini
telah jadi sunnah Allah seperti yang dikatakan oleh Qadariah, sehingga Dia
telah tetapkan kepada semua manusia untuk menjadi Yahudi, Nasrani, Muslim,
atheis atau musyrik? Ataukah lantaran cinta kepada dunia dan menjauh dari
ajaran-ajaran Allah? Mereka telah lupa kepada Allah lalu Allah melupakan diri
mereka. Akalku tidak berdaya mempercayai yang qadha dan qadar itu menentukan
nasib manusia. Aku condong bahkan hampir pasti mengatakan bahwa Allah SWT
setelah menciptakan kami, Dia juga membimbing kami dan menunjukkan kami mana
yang baik dan mana yang buruk. Diutus-Nya kepada kami para Rasul-Nya untuk
menjelaskan apa yang kami tidak tahu dan mengajarkan mana yang hak dari yang
batil. Tetapi manusia telah ditipu oleh dunia dan hiasannya. Karena sikap ego,
sombong, jahil, angkuh, zalim dan melewati batas maka mereka kemudian berpaling
dari kebenaran dan ikut jejak setan. Mereka telah lari dari ar-Rahman dan masuk
ke jalan yang lain. Al Quran telah mengungkapkan ini dengan ungkapan yang
sangat baik dan ringkas, "Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menzalimi
manusia, tetapi manusia itu sendiri yang menzalimi diri mereka." (QS.
Yunus:
44)
Duhai ayah kami
Ibrahim. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah cela karena mengingkari kebenaran
setelah datangnya bukti-bukti yang jelas dengan sikap mereka yang angkuh itu.
Lihatlah pula ummat ini yang telah diselamatkan oleh Allah dengan datangnya
puteramu Muhammad, dan telah dikeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya,
dan telah dijadikan mereka sebagai ummat yang terbaik yang pernah diciptakan
untuk manusia. Lihatlah mereka juga bertengkar dan berpecah, bahkan saling
mengkafirkan. Rasulullah telah memperingatkan mereka dan membatasi mereka
dengan sabdanya: "Seorang muslim tidak diperkenankan meninggalkan saudara
muslimnya yang lain lebih dari tiga hari." Kenapa ummat ini berpecah dan
terbagi menjadi negara-negara kecil yang saling bermusuhan, berperang dan
saling mengkafirkan? Bahkan mereka saling tidak mengenal sehingga mereka
berpisah sepanjang hidupnya. Apa yang telah terjadi pada ummat padahal sebelum
ini mereka adalah sebaik-baik
ummat?
Dahulu mereka
telah kuasai barat dan timur dan menghantarkan ummat manusia pada kebenaran
ilmu pengetahuan, kesadaran dan peradaban. Tetapi kini mereka telah menjadi
ummat yang hina dan tidak penting. Tanah-tanah mereka dirampas. Rakyat mereka
diusir. Masjid al-Aqsha mereka diduduki oleh segelintir orang-orang Zionis
tanpa mereka sanggup membebaskannya. Kalaulah Engkau mengunjungi negara-negara
mereka, maka yang kau lihat hanyalah kemiskinan, kelaparan, ketandusan,
penyakit-penyakit yang berbahaya, moral-moral yang rusak, keterbelakangan
pemikiran dan teknologi, penindasan dan kekotoran. Cukup Engkau bandingkan
antara toilet-toilet umum Eropa dengan toilet-toilet umum di negara-negara
kami. Ketika seorang musafir masuk ke toilet di negara Eropa mereka akan
melihatnya bersih dan tidak berbau. Sementara jika ia pergi ke negara-negara
Islam ia akan melihatnya kotor dan berbau. Padahal agama Islam kita mengajarkan
bahwa "kebersihan adalah sebagian dari iman dan kekotoran adalah bagian
dari setan." Apakah iman telah berhijrah ke Eropa sementara setan hijrah
ke mari?
Kenapa kaum
muslimin takut menampakkan akidah mereka hatta di negara sendiri, dan tidak
berani hatta sekadar menunjukkan wajah? Mereka takut memelihara janggut mereka
atau memakai pakaian Islam. Sementara orang-orang fasik secara terang-terangan
meminum arak, berzina dan memperkosa kehormatan Islam, tanpa seorang muslim
mampu menolak mereka apalagi menyuruh yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar. Aku dengar di sebagian negara Islam seperti Mesir dan Maroko, seorang
ayah menjual anak-anak perempuannya melacur semata-mata karena kemiskinan yang
sudah sangat mencekik. Wala Haula Wala Quwwata llla Billah al-A'li
al-A'zim.
Ya Ilahi.
Kenapa Kau menjauh dari umat ini dan meninggalkannya jatuh ke dalam kegelapan.
Tidak... tidak. Aku mohon ampunanMu ya Ilahi dan mohon taubat dariMu. Merekalah
yang menjauh dari-Mu dan memilih jalan setan. Maha Agung Hikmah-Mu dan Maha
Tinggi Kekuasaan-Mu. Kau telah berfirman: "Barang siapa yang berpaling
dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran) Kami adakan baginya syaitan
(yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu
menyertainya." (QS. Az-Zukhruf: 36) Kau juga berfirman: "Muhammad itu
tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa
orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh maka kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali Imran: 144)
Tidak syak lagi
bahwa kemunduran, keterbelakangan, kehinaan dan kemiskinan adalah bukti jelas
akan jauhnya mereka dari jalan yang lurus. Dan tidak syak lagi bahwa kelompok
yang sedikit atau kelompok yang satu dari tujuh puluh tiga kelompok yang ada
tidak akan dapat mempengaruhi perjalanan ummat ini secara keseluruhan.
Rasulullah SAW telah bersabda: "Hendaklah kalian perintahkan yang ma'ruf
dan cegah yang munkar, atau Allah akan tempatkan orang-orang yang paling jahat
menguasai kalian. Saat itu apabila orang-orang yang terbaik diantara kalian
berdoa, kelak Dia tidak kabulkan permohonan-nya." Ya Tuhan kami. Kami
telah beriman dengan apa yang Kau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul-Mu.
Maka golongkanlah kami bersama orang-orang yang bersaksi. Ya Tuhan kami. Jangan
Kau palingkan hati-hati kami setelah Kau berikan kami hidayah. Karuniakan
kepada kami dari sisi-Mu rahmat. Sesungguhnya Kau Maha Pemberi. Ya Tuhan kami.
Kami telah aniaya diri kami, apabila Kau tidak ampuni kami dan mengasihi kami
niscaya kami akan menjadi orang-orang yang
rugi.
Aku berangkat
ke Madinah al-Munawwarah sambil membawa sepucuk surat dari temanku Basyir
kepada salah seorang kerabatnya disana. Maksudnya agar aku dapat tinggal di
rumahnya saja. Dan Basyir juga telah memberitahunya melalui telepon.
Sesampainya di sana aku disambut dengan hangat dan diajak tinggal dirumahnya.
Segera setelah itu aku pergi ziarah ke kuburan Rasulullah SAW. Sebelum pergi
aku mandi dan mengenakan pakaianku yang paling baik dan paling bersih. Tak lupa
aku juga pakai wewangian yang harum semerbak.
Waktu itu para pengunjung tidak seramai di musim haji. Karena itu aku dapat berdiri
dihadapan kuburan Nabi SAW dan kuburan Abu Bakar dan Umar. Pada musim haji yang
lalu, aku tidak bisa berdiri karena sesaknya pengunjung yang datang ziarah.
Kemudian secara iseng aku coba ingin menyentuh salah satu dari pintu kuburan
Nabi untuk tabarruk (mengambil berkat). Tiba-tiba seorang penjaga yang berdiri
di situ menghentakku. Di setiap pintu ada seorang penjaga yang berdiri. Ketika
aku berdiri lama untuk berdoa dan menyampaikan salam temanku, para penjaga di
situ menyuruhku pergi. Aku coba meyakinkannya, tapi tidak
berhasil.
Aku kembali ke
taman Raudhah. Di sana aku membaca ayat-ayat Al Quran dengan bacaan yang
terbaik. Kuulangi berkali-kali karena kubayangkan seakan Nabi sedang mendengar
bacaanku. Kukatakan kepada diriku apakah mungkin Nabi mati seperti orang-orang
lain yang mati. Lalu kenapa kita baca salam kepadanya diwaktu-waktu shalat
kita, "Assalamu Alaika Ayyuhan Nabiyyu Wa Rahmatullahi Wa
Barakatuh". Apabila kaum muslimin percaya bahwa Sayyidina Khidhir as
tidak mati dan menyahut salam setiap orang yang mengucapkan padanya; bahkan
apabila syaikh-syaikh tarekat sufi percaya bahwa syaikh mereka seperti Ahmad
Tijani atau Abdul Qadir Jailani dapat datang kepada mereka secara nyata atau
dalam tidur, lalu kenapa kita meragukan yang Rasulullah SAW mempunyai keramat
seumpama itu. Padahal baginda Nabi adalah mahkluk Allah yang paling
utama.
Sebenarnya kaum
muslimin tidak meragukan kemampuan Rasulullah seperti ini kecuali kelompok
Wahhabiah yang mulai tidak kusukai itu. Sebab lain, karena mereka juga bersikap
kasar terhadap sesama orang-orang mukmin yang tidak seakidah dengan mereka.
Suatu hari aku berziarah ke Taman Baqi'. Aku berdiri di sana membaca Fatihah
untuk arwah Ahlul Bait. Di dekatku ada seorang tua yang sedang menangis. Dari
tangisnya aku tahu bahwa dia adalah seorang Syi'ah. Kemudian dia menghadap
kiblat dan shalat. Tiba-tiba secepat kilat seorang polisi datang
menghampirinya. Polisi ini telah memperhatikan gerak-gerik orang tua ini dari
tadi. Ketika orang tua ini sujud, dia ditendang dengan keras sekali hingga
jatuh tersungkur. Dia pingsan tak sadarkan diri beberapa saat. Kemudian si
polisi ini memukulnya lagi dan mencaci-maki dengan kata-kata yang keji. Hatiku
terharu melihat nasib orang tua ini, khawatir ia akan mati karena derita yang
kejam itu. Kukatakan pada polisi ini, "Wahai Fulan, haram bagimu
memperlakukan orang tua seperti ini. Kenapa kau pukul dia padahal dia sedang
shalat?" Dia menghentakku sambil berkata: "Diam kau dan jangan ikut
campur! Biar tidak kuperlakukan seperti
itu!" Ketika kulihat wajahnya yang merah karena marah padaku, aku pergi
menghindarinya dengan hati yang sangat kesal lantaran tak dapat menolong orang
yang dizalimi ini. Aku juga sangat kesal kenapa orang-orang Saudi yang ada di
sekitar tidak berani mencegahnya.
Sebagian
peziarah lain juga menyaksikan kejadian itu. Ada yang berkata La Haula
Wala Quwwata llla Billahi al-A'li al-A'zim sebagai tanda kesal.
Tapi ada juga yang mendukung perlakuan seperti itu karena konon dia shalat
disekitar kuburan; dan ini hukumnya haram. Aku tidak dapat menahan diriku
melihat sikap orang ini. Kukatakan padanya, siapa yang berkata bahwa shalat di
sekitar kuburan adalah haram? "Rasulullah yang melarangnya" jawabnya.
"Kalian berdusta atas nama Rasulullah." Kataku tanpa sadar. Karena
khawatir orang-orang yang ada disekitar akan menangkapku atau akan memanggil si
polisi itu, lalu aku diperlakukan seperti orang tua itu, akhirnya aku berkata
dengan lemah lembut: "Jika memang Nabi SAW melarang ini, kenapa jutaan
jemaah haji dan peziarah tidak melaksanakannya dan terus melakukan perbuatan
yang haram. Mereka shalat di sekitar kuburan Nabi dan kuburan Abu Bakar dan Umar
ketika berada di Masjid Nabawi; atau ketika berada di berbagai masjid kaum
muslimin yang lain di belahan dunia ini. Katakanlah bahwa shalat di sekitar
kubur adalah haram, tapi apakah dengan cara kasar seperti ini kita lalu
melarangnya atau dengan cara halus dan lemah lembut?"
Izinkan aku
menceritakan kisah seorang Badwi yang kencing di masjid Nabi di hadapan baginda
Nabi dan sahabat-sahabatnya tanpa segan. Ketika sebagian sahabat berdiri
menghunuskan pedang untuk membunuhnya, Nabi melarang mereka. Katanya:
"Biarkan dia, dan jangan perlakukan dia dengan kasar. Siramkan setimba air
pada air kencingnya, karena kalian dibangkitkan untuk mempermudah bukan untuk
mempersulit; untuk membawa berita gembira bukan untuk menimbulkan rasa
enggan." Semua sahabat mematuhi perintahnya. Kemudian Rasulullah memanggil
si Badwi ini dan didudukkannya di sisinya. Disambutnya dengan mesra dan
dikatakan kepadanya dengan lemah lembut bahwa tempat ini adalah Rumah Allah dan
tidak boleh dinajisi. Akhirnya si Badwi ini masuk Islam. Pada hari-hari
berikutnya, dia datang ke masjid dengan pakaiannya yang paling suci. Benarlah
firman Allah kepada Rasul-Nya: "Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran:
159)
Mendengar ini
sebagian yang hadir merasa terkesima. Salah seorang dari mereka mengajakku ke
sebuah sudut dan bertanya siapa aku. "Dari Tunisia", jawabku.
Disalaminya aku, kemudian dia berkata: "Ya akhi, demi Allah, jagalah
dirimu dan jangan kau berkata-kata seperti itu lagi di sini. Aku menasihatimu
hanya karena Allah semata-mata."
Sejak itu
bertambahlah kebencianku pada mereka yang mengaku sebagai Khadimul Haramain,
karena perlakuan mereka yang kasar terhadap tamu-tamu Allah. Di sana tidak ada
orang yang berani mengeluarkan pendapatnya atau meriwayatkan hadis-hadis yang
tidak sejalan dengan cara mereka, atau mempercayai sesuatu yang tidak sama
dengan kepercayaan mereka.
Aku kembali ke
rumah temanku yang masih belum kukenal namanya. Dia hidangkan untukku makan
malam. Kami duduk bersama saling menyapa. Sebelum makan, ditanyanya kemana aku
pergi hari ini. Kuceritakan padanya apa yang kusaksikan dari awal hingga akhir.
Kukatakan juga padanya: "Ya akhi, terus terang kukatakan kepadamu bahwa
aku mulai merasa muak dengan Wahhabiah, dan mulai condong kepada Syi'ah."
Tiba-tiba saja mukanya berubah. Katanya kepadaku: "Jangan kau ucapkan
kata-kata serupa itu sekali lagi!" Ditinggalkannya aku sendirian dan tidak
kembali sampai aku tertidur. Pagi berikutnya aku bangun setelah mendengar suara
azan Masjid Nabawi. Kulihat makanan malam tadi masih berada di tempatnya. Aku
sadar bahwa dia tidak kembali malam tadi. Aku merasa khawatir kalau-kalau dia
adalah seorang agen intel. Aku segera berdiri dan bergegas meninggalkan rumah.
Sepanjang hari itu aku berada di masjid saja, berziarah dan shalat. Aku hanya
keluar untuk wudhu' atau buang hajat.
Usai shalat
Asar aku duduk mendengarkan ceramah yang sedang diberikan pada sekumpulan
jemaah sekitar. Melalui orang yang hadir akhirnya aku tahu bahwa penceramah
adalah seorang Qadhi atau pemuka kota Madinah. Aku mendengarkan kuliah tafsir
AlQuran yang diajarnya. Usai kuliah, aku menghadapnya dan mengajukan beberapa
pertanyaan. Kataku, "Tuan, dapatkah Anda memberikan penjelasan kepadaku
maksud ayat 'Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kamu hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya'
(Al-Ahzab: 33). Siapa Ahlul Bait yang dimaksudkan dalam ayat ini?"
"Mereka adalah isteri-isteri Nabi. Sebab ayat ini bermula dengan menyebut
mereka, 'Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita
lain...'" Jawabnya. Kukatakan padanya bahwa "Ulama-ulama Syi'ah
berkata bahwa ayat ini adalah khusus untuk Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Aku
juga telah kritik mereka dan kukatakan bahwa permulaan ayat tersebut adalah
kata-kata "Hai isteri-isteri Nabi..." Mereka menjawab: "Ketika
ayat tersebut berkata kepada isteri-isteri Nabi, dhomir (kata ganti) yang
digunakan semuanya Nun Niswah (menunjuk perempuan). Firman Allah, "Lastunna
inittaqoitunna", "Fala Takhdho'na",
"Wa Qulna", "Wa Qirna fi buyutikunna", "Wa
la Tabarrajna", "Wa Aqimnas Sholah WaAtinaz Zakah",
"Wa Athi'nallaha Wa Rasulahu". Ketika bagian ayat itu khusus
kepada Ahlul Bait, maka dhomir ayat itu pun berubah (menunjuk lelaki).
Firman-Nya "Li Yuzhiba A'nkum", "Wa Yutohhirakum".
Sambil
mengangkat cermin matanya, dia pandang wajahku dan berkata: "Hati-hati
dari jenis pemikiran yang bahaya seperti ini. Orang-orang Syi'ah mentakwilkan
Kalam Allah mengikut hawa nafsu mereka. Mereka juga mempunyai berbagai ayat
yang berkenaan dengan Ali dan anak-anaknya yang tidak kita ketahui. Mereka
mempunyai AlQuran tersendiri yang diberi nama dengan Mushaf Fatimah. Kuingatkan
engkau jangan sampai tertipu."
"Jangan khawatir
wahai Tuan!" kataku padanya. " Aku senantiasa waspada dan banyak tahu
tentang mereka. Aku hanya ingin mengkaji."
"Anda
berasal dari mana?" Tanyanya kepadaku.
"Dari
Tunisia".
"Siapa
nama Anda?"
"At-Tijani".
Dia tertawa
lebar. "Anda tahu siapa itu Ahmad Tijani?". Tanyanya. "Syaikh
Tarekat." Jawabku. "Dia adalah boneka Perancis. Perancis dapat
bertapak di Algeria dan Tunisia karena bantuannya. Jika kau pergi ke Paris,
pergilah ke Perpustakaan Nasional dan baca Kamus Perancis pada bab
"A". Di sana kau akan temukan bahwa Perancis telah memberinya medali
kehormatan karena baktinya yang sangat besar kepada mereka." Jiwaku terasa
tersentak mendengar kata-katanya itu. Kemudian kuucapkan rasa terima kasih dan
kami pun berpisah. Aku berada di Madinah selama seminggu. Di sana aku telah
dapat tunaikan sebanyak empat puluh shalat (wajib). Aku juga mengunjungi
tempat-tempat ziarah. Selama di sana aku mengamati berbagai hal yang menarik
perhatianku. Tapi perasaanku terhadap Wahhabiah semakin hari semakin kecewa.
Aku berangkat dari Madinah ke Jordan. Disana aku berjumpa dengan teman-teman
yang kukenal pada waktu musim haji yang lalu, seperti yang kusebutkan di atas.
Selama tiga
hari aku berada di sana. Kulihat rasa benci mereka pada Syi'ah lebih banyak
dari yang kusaksikan di Tunisia. Cerita dan alasannya satu. Setiap kali kutanya
apa dalilnya, mereka berkata bahwa mereka juga telah mendengarnya dari orang
lain. Tidak satupun dari orang yang kutanya pernah suatu saat berdiskusi dengan
orang Syi'ah sendiri; atau membaca kitab Syi'ah bahkan bertemu dengan mereka.
Dari sana aku
pergi ke Syria. Aku berkunjung ke Jami' Umawiyyah di Damaskus. Disebelahnya ada
makam yang dinisbahkan kepada kepala Sayyidina Husain. Aku juga sempat
berkunjung ke pusara Salahuddin al-Ayyubi dan Sayyidah Zainab. Dari Beirut aku
pergi ke Tripoli. Perjalanan laut memakan waktu selama empat hari. Di saat
itulah aku benar-benar bisa istirahat. Kuulangi rekaman perjalananku yang
hampir habis. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa aku condong dan menaruh rasa
hormat pada Syi'ah. Dan sebaliknya merasa benci dan muak pada Wahhabiah yang
telah kukenal liku-likunya. Aku memuji Allah atas karunia yang diberikan-Nya
padaku sambil berdoa kepada-Nya agar ditunjukkan jalan yang benar.
Aku kembali ke
tanah air dengan penuh kerinduan kepada keluarga dan teman-temanku. Semuanya
kudapati dalam keadaan baik. Ketika tiba di rumah, aku dikejutkan dengan banyak
bungkusan buku yang telah sampai sebelumku. Aku tahu siapa pengirimnya. Ketika
kubuka buku-buku yang memenuhi ruangan rumah, hatiku semakin cinta dan
menghargai mereka yang tidak mengingkari janjinya itu. Kulihat buku-buku yang
dikirim lebih banyak dari yang dihadiahkannya padaku waktu itu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar