Oleh Ali Ashghar Ridhwani
Imam Husain As dalam Lisan Rasulullah saw
[1] Bukhari
dengan sanadnya dari Na’im menukilkan bahwa telah ditanyakan dari Ibnu Umar
dengan pertanyaan, “Apa hukum bagi seorang muhrim (seseorang yang tengah
melakukan ihram) yang membunuh seekor lalat? Dalam menjawab pertanyaan ini dia
berkata, Lihatlah, orang Irak bertanya tentang hukum membunuh seekor lalat
sementara mereka telah membunuh putra dari putri Rasulullah saw, sedangkan
mereka telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Hasan dan Husain adalah
bunga-bungaku yang beraroma semerbak dari dunia ini.”[1]
[2] Hakim Naisyaburi
dengan sanadnya dari Salman menukilkan bahwa aku mendengar dari Rasulullah saw
yang bersabda, “Hasan dan Husain adalah dua putraku, barang siapa mencintainya
berarti dia mencintaiku, barang siapa mencintaiku berarti dia mencintai Allah
dan barang siapa mencintai Allah, maka ia pasti akan masuk surga. Dan barang
siapa memusuhi keduanya berarti dia memusuhiku, barang siapa memusuhiku berarti
ia memusuhi Allah dan barang siapa memusuhi-Nya, maka ia pasti akan masuk
neraka.”[2]
[3] Demikian
juga dengan sanad dari Ibnu Umar yang menukilkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Hasan dan Husain adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga, sedangkan
ayah mereka lebih baik dari keduanya.”[3]
[4] Turmudzi
dengan sanadnya dari Yusuf bin Ibrahim menukilkan bahwa aku mendengar dari Anas
bin Malik yang mengatakan, “Telah bertanya kepada Rasulullah saw, “Manakah dari
ahli baitmu yang lebih dekat denganmu?” Beliau bersabda, “Hasan dan Husain.”
Dan beliau senantiasa bersabda kepada putrinya Fatimah az-Zahra Sa, “Wahai
putriku, panggilkan kedua putraku kemari”, setelah itu beliau akan menciumi
keduanya dan meletakkan mereka di dada mulia beliau.”[4]
[5] Ya’la
bin Marrah mengatakan, “Kami tengah keluar dari rumah bersama Rasulullah saw
untuk menghadiri undangan. Pada pertengahan jalan Rasulullah saw melihat Husain
tengah asyik bermain. Dengan cepat beliau melangkah ke depan dan membuka kedua
tangannya lebar-lebar untuk memeluknya, akan tetapi Husain berlari ke sana
kemari, keduanya lantas tertawa hingga akhirnya Rasul saw berhasil
menangkapnya. Kemudian beliau meletakkan salah satu dari kedua tangannya di
bawah dagu Husain dan meletakkan tangan lainnya di antara kepala dan kedua
telinganya lalu menciuminya. Setelah itu bersabda, “Husain berasal dariku dan
aku berasal darinya. Allah mencintai siapa yang mencintainya. Dan ketahuilah,
Hasan dan Husain adalah dua cucu dari cucu-cucuku.”[5]
Dengan sedikit merenungi
perkataan Rasul saw ini, maka kita akan bisa mengetahui bahwa kalimat pertama
mengisyarahkan pada poin bahwa sesungguhnya Husain As berasal dari Rasulullah
saw, karena meskipun ayahnya adalah Imam Ali As akan tetapi karena berdasarkan
nash ayat Mubahalah beliau merupakan jiwa Rasulullah saw, maka Imam Husain As
tergolong sebagai putra Rasulullah saw.
Sedangkan mengenai kalimat
kedua, kami mengatakan bahwa setelah menyampaikan risalahnya, Rasulullah saw
tidak lagi bertindak sebagai sosok secara pribadi melainkan bertindak sebagai
sosok penyampai risalah. Beliau merupakan rahasia dan teladan di mana
padanyalah risalah terwujud dengan seluruh dimensinya. Dengan demikian berarti,
kehidupannya tak lain adalah risalahnya dan risalahnya tak lain adalah
kehidupannya.
Dari sisi lainnya, kita
mengetahui bahwa usaha setiap ayah adalah memiliki keturunan yang akan menjadi
pelanjut generasi dan menjadi penjaga risalah serta penerus jalannya. Dalam
kaitannya dengan Imam Husain As, karena beliau menghidupkan risalah Rasulullah
saw dengan kebangkitan, revolusi, dan kesyahidannya, maka Rasulullah saw dalam
kedudukannya bersabda, “Aku berasal dari Husain”, dengan artian bahwa
pribadiku, risalahku, dan kelanjutan risalahku bergantung pada wujud dan
keberadaan Husain As. Oleh karena itulah sehingga dikatakan Islam “diciptakan”
oleh Muhammad saw dan dilanjutkan oleh Husain As.
[1] Yazid
bin Abi Yazid mengatakan, “Suatu hari, Rasulullah saw keluar dari kamar Aisyah
dan pandangannya tertuju ke rumah Fatimah putrinya. Saat itu dari rumah Fatimah
terdengar suara tangisan Husain, lalu beliau bersabda, “Wahai Fatimah! Apakah
engkau tidak mengetahui bahwa tangisan Husain akan menyiksa dan mengusik
ketenangan hatiku?”[6]
[2] Hakim Naisyaburi
dengan sanadnya dari Abu Hurairah menukilkan di mana ia berkata, “Aku
menyaksikan Rasulullah saw menggendong Husain bin Ali As sambil bersabda, “Ya
Allah! Aku mencintainya maka cintailah dia.”[7]
Imam Husain As dalam Lisan Para Sahabat
[1] Anas bin
Malik mengatakan, “Setelah Imam Husain As syahid, pasukan Umar bin Sa’ad
mempersembahkan kepala beliau kepada Ibnu Ziyad. Setelah menerima kepala tersebut,
Ibnu Ziyad mulai memukul-mukulkan dan mempermainkan kayu yang berada di
tangannya ke arah gigi-gigi mulia Imam As … dalam hati aku berkata, “Betapa
hinanya perbuatanmu ini Wahai Ibnu Ziyad! Dulu aku menyaksikan sendiri
Rasulullah saw senantiasa menciumi tempat yang saat ini engkau pukuli.”[8]
[2] Zaid bin
Arqam mengatakan, “Aku duduk di dekat Ubaidullah bin Ziyad ketika kepala Husain
As diberikan kepadanya. Ibnu Ziyad mengambil kayu kecil dan membuka kedua bibir
Husain As dengannya. Aku berkata padanya, “Hai Ibnu Ziyad! Engkau memukulkan
kayu tepat pada tempat di mana Rasulullah saw telah menciuminya berkali-kali.”
Mendengar perkataan ini Ibnu Ziyad naik pitam dan dengan nada marah berkata,
“Cepatlah bangkit! Engkau hanyalah lelaki tua yang telah kehilangan akal.”[9]
[3] Ismail
bin Raja’ menukilkan dari ayahnya yang berkata, “Aku tengah berada di antara
sekelompok orang-orang yang berada di masjid Rasulullah saw di mana di antara
mereka terdapat pula Abu Sa’id Hadri dan Abdullah bin Umar. Tak berapa lama
kemudian, Husain bin Ali As melintas di samping kami dan mengucapkan salam.
Mereka menjawab salamnya. Abdullah bin Umar diam menunggu mereka selesai
menjawab salamnya, setelah itu dengan suara lantang dia berkata, “Wa’alaika
salam wa rahmatullah wa barakatuh.” Lalu dia menghadap kepada hadirin dan mengatakan,
“Apakah kalian ingin aku mengatakan siapa penghuni bumi yang paling dicintai
oleh penghuni langit?” Mereka berkata, “Tentu!” Lalu Abdullah bin Umar
mengatakan, “Dan dia adalah lelaki Hasyimi ini, yang tidak bersedia lagi
bercakap denganku setelah perang Shiffin. Ketahuilah, jika dia rela terhadapku,
maka hal ini lebih membahagiakan bagiku daripada memiliki unta-unta merah.”[10]
[4] Jabir
bin Abdullah Anshari mengatakan, “Barang siapa ingin melihat penghuni surga
maka dia harus melihat Husain As, karena aku mendengar Rasulullah saw
mengatakan hal ini.”[11]
Haitsami dalam kitabnya Majma’
az-Zawaid juga menukilkan hadis ini dan pada ulasan terakhir dia menutup
dengan mengatakan, “Rijal hadis ini adalah shahih dan benar selain Rabi’ bin
Sa’d di mana dia adalah tsiqah dan terpercaya.”[12]
[1] Umar bin
Khathab mengatakan kepada Imam Husain As, “Perkembangan yang ada pada kami
(yaitu Islam) terjadi karenamu.”[13]
[2] Suatu
hari Abdullah bin Abbas mengambil pelana kuda milik Imam Hasan dan Imam Husain
As. Sebagian yang menyaksikan hal tersebut melecehkan dan mencemooh apa yang
tengah dia lakukan, mereka mengatakan, “Apakah engkau mengetahui bahwa usiamu
lebih tua dari mereka berdua?!” Ibnu Abbas berkata, “Kedua orang ini adalah
putra-putra Rasulullah saw, bukankah merupakan sebuah keberuntungan bagiku
bahwa akulah dan kedua tangankulah yang mengambil pelana kuda kedua orang
ini?!”[14]
Imam Husain As dalam Pandangan Para Tabi’in
[1] Muawiyah
berkata kepada Abdullah bin Ja’far, “Engkaulah sayyid dan pemimpin Bani
Hasyim!” Dalam menjawab perkataan Muawiyah ini Abdullah bin Ja’far berkata,
“Pembesar Bani Hasyim bukan diriku melainkan Hasan dan Husain As.”[15]
[2] Ketika
Marwan bin Hakam menyarankan pembunuhan terhadap Imam Husain As, Walid bin
‘Utbah bin Abi Sufyan –gubernur Madinah- berkata, “Wahai Marwan! Demi Allah!
Aku tidak menyukai dunia dan segala yang ada di dalamnya ini menjadi milikku
sementara aku harus membunuh Husain As. Subhanallah! Apakah aku harus
membunuhnya hanya karena ia tidak memberikan bai’atnya? Demi Allah! Aku yakin
dengan seyakin-yakinnya bahwa siapa yang membunuh Husain As, maka di hari
kiamat kelak, mizan dan timbangan amal dan perbuatannya akan menjadi sangat
ringan.”[16]
[3] Ibrahim
Nakha-i mengatakan, “Seandainya aku berada di antara orang-orang yang membunuh
Husain As lalu masuk surga, maka sungguh, aku akan sangat malu dan tidak punya
muka untuk memandang raut wajah Rasul saw.”[17]
Imam Husain As dalam Pandangan Para Ulama Sunni
Dengan merujuk pada
kitab-kitab sejarah dan terjemahan-terjemahan Sunni kita akan menemukan bahwa
Imam Husain As telah menjadi sosok yang mereka puji dan elu-elukan, dan
sebagian dari mereka yang melakukan hal ini adalah:
[1] Ibnu
Hajar Asqalani
“Husain bin Ali bin Abi
Thalib As, Hasyimi, Aba ‘Abdillah, Madani, adalah cucu Rasulullah saw,
setangkai bunga milik Rasul saw dari dunia ini, dan ia merupakan salah satu
dari dua pembesar dan pemimpin para pemuda penghuni surga.”[18]
[2] Zarandi
Hanafi
“Husain As begitu banyak
melakukan shalat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Dia adalah seorang
lelaki yang pemurah dan mulia. Dia juga telah melakukan ibadah haji sebanyak 25
kali dengan berjalan kaki.”[19]
[3] Yafa’i
“Aba Abdillah al-Husain
bin Ali As adalah setangkai bunga milik Rasulullah saw, cucu, pelanjut risalah
kenabian, tempat kebaikan, kemuliaan dan kebesaran.”[20]
[4] Ibnu
Syirin
“Langit hanya dua kali
menangis, yaitu setelah kesyahidan Yahya bin Zakariya, dan ia tidak pernah
menangis lagi kecuali karena kematian Husain As. Ketika Husain As terbunuh,
langit berubah menjadi hitam pekat sehingga bintang-bintang terlihat bercahaya
pada siang hari sedemikian hingga bintang gemini terlihat oleh mata pada sore
hari. Tanah merah menjadi longsor, dan selama tujuh hari tujuh malam langit
berubah warna seperti bercak-bercak darah.”[21]
[5] Abbas
Mahmud ‘Uqqad
“Keberanian Husain As
merupakan sebuah sifat yang tidak asing lagi baginya, karena keberanian
tersebut merupakan sifat yang mengalir langsung dari sumbernya. Dan hal ini
merupakan sebuah keutamaan yang diwarisi dari ayah-ayahnya kemudian dia
wariskan kepada keturunan setelahnya … tidak ada seorangpun di antara Bani Adam
yang lebih berani darinya dan melakukan tindakan sebagaimana yang terjadi di
Karbala … dan telah cukup menjadi sebuah kebanggaan baginya di mana hanya
dialah di dunia ini yang selama ratusan tahun tercatat dalam sejarah sebagai
seorang syahid, putra syahid dan ayah dari para syahid …”[22]
[6] Dr.
Muhammad Abduh Yamani
“Husain As adalah seorang
lelaki yang abid dan rendah hati. Dia senantiasa terlihat dalam keadaan
berpuasa dan terbangun pada malam hari untuk melakukan ibadah. Dia senantiasa
berlomba-lomba dengan yang lainnya dalam melakukan kebajikan, dan dalam
persoalan-persoalan kebaikan dialah yang senanitasa menjadi pihak pertama yang
bertindak lebih cepat dari yang lainnya …”[23]
[7] Umar
Ridha Kahalah
“Husain bin Ali merupakan
pembesar Irak dalam masalah fiqih dan ia merupakan sosok yang pemurah.”[24]
Kesyahidan Imam Husain As
Suyuthi menukilkan, “…
syahadah dan terbunuhnya Husain As terjadi pada hari Asyura (10 Muharam). Pada
hari itu matahari mengalami gerhana total dan ufuk langit memerah hingga enam
bulan setelah kesyahidannya. Dan mega merah ini senantiasa terlihat, sementara
hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dikatakan bahwa pada hari itu
tidak ada sebuah batupun di Baitul Muqaddas yang berpindah dari tempatnya
kecuali di bawahnya akan terlihat darah segar yang mengalir …”[25]
Catatan
[1] . Shahih Buhari, jilid 5, hal. 33;
Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab Manaqib al Hasan wa al-Husain.
[2] . Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 166.
[3] . Ibid, hal. 167.
[4] . Sunan Turmudzi, jilid 5, hal. 323,
raqam 3861.
[5] . Al-Mu’jam al Kabir, J, 22, hal, 274,
Kanzul Umal, jilid 13, hal 662, Tarikhu Dimasyq, jilid 14, hal.
150.
[6] . Majma’ az-Zawaid, jilid 9, hal. 201.
[7] . Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 177.
[8] . Dhahair al-Uqba, hal. 126.
[9] . Kanzul Umal, jilid 7, hal. 110, Asad
al-Ghabah, jilid 2, hal. 21.
[10] . Asad al-Ghabah, jilid 3, hal. 5.
[11] . Nazhmu Durari as-Simthain, Zarandi,
hal. 208; Al-Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8, hal. 225.
[12] . Majma’ az-Zawaid, jilid 9, hal.
187.
[13] . Al-Ishabah, jilid 1, hal. 333.
[14] . Ibid.
[15] . Kamal Sulaiman, Husain bin Ali as,
hal. 173.
[16] . Ibid, hal. 147.
[17]. Al-Ishabah, jilid 1, hal. 335.
[18] . Tahdzibu At-Tahdzib, jilid 2, hal.
299.
[19] . Nazhmu Durari as-Simthain, hal.
208.
[20] . Mar’atu al-Jinan, jilid 1, hal. 131.
[21] . Tarikh Ibnu ‘Asakir, jilid 4, hal.
339.
[22] . Abu as-Syuhada, hal. 195.
[23] . ‘Allamu Auladakum Muhabbatu ali Baiti
Nabi saw, hal. 133.
[24] . A’lamu An-Nisa, jilid 1, hal. 28.
[25] . Tarikh al-Khulafa, hal. 160, bab
Yazid bin Muawiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar