Oleh Sayyid Mahdi Ayatullahi
Rencana keji itu diketahui
oleh Rasulullah saw melalui wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril as. Beliau
memilih sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya tidur di atas
ranjang beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan beliau.
Beliau hijrah dari Makkah
ke Madinah di kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul untuk membunuh
Nabi saw. Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di atas ranjang
Rasul saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu gagal. Mereka
pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah menempuh perjalanan
yang melelahkan, Nabi saw tiba di Quba, sebuah tempat di dekat kota Madinah.
Penduduk desa menyambut kedatangan beliau. Dengan suka cita beliau berencana
membangun tempat salat dan menyusun tugas-tugas dakwah. Pembangunan masjid Quba
berjalan lancar. Nabi saw turun langsung dalam menyelesaikan pembangunannya.
Sesudah itu, beliau
melakukan salat Jum’at dan berdiri sebagai khatib. Inilah salat Jum’at yang
pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah saw menetap di
Quba untuk beberapa saat sambil menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Di sana pula
beliau menantikan kedatangan Ali yang ditinggalkannya di kota Makkah untuk
menunaikan titipan dan amanat kepada pemiliknya masing-masing. Hingga akhirnya
Ali pun datang ke Quba bersama kaum wanita keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah saw memasuki
kota Yastrib, sejak saat itu pula nama kota itu berubah menjadi Madinatur-Rasul
atau Madinah Al-Munawarah. Penduduk kota menyambut beliau dan sebagian kaum Muhajirin
yang menyertainya dengan begitu hangat dan meriah.
Setiap penduduk berlomba meminta
beliau untuk duduk di rumah mereka. Kepada mereka semua, beliau berkata: “Berilah jalan kepada untaku ini.
Aku akan menjadi tamu orang yang di depan pintunya unta ini berhenti”.
Si unta berjalan dan
melintasi jalan-jalan kota Madinah, hingga ia menghentikan langkahnya dan
bersila di depan pintu rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah itulah Rasulullah
saw dijamu.
Sesampainya di Madinah,
pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw ialah pembangunan masjid sebagai
pusat dakwah dan pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian serta
persaudaraan antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang telah berperang
selama bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi
Madinah.
Dalam rangka mengikis
habis akar-akar pembeda antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah dan kaum
Anshor sebagai penduduk asli Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan mereka
satu persatu, sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi beban kaum Anshor di
kemudian hari dan mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan damai.
Orang-orang Yahudi Madinah
memandang persaudaraan itu dengan penih kedengkian. Mereka selalu berusaha
menyulut semangat perpecahan di kalangan kaum muslimin. Sementara Rasulullah
saw memadamkan api pertikaian, mereka malah giat mengobarkannya.
Peralihan
Kiblat
Pada awalnya, Rasulullah
saw melakukan solat dan ibadah ke arah Masjid Al-Aqsa di Jerusalem. Itu
berlanjut selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah.
Kaum Yahudi pun mengadap
masjid Al-Aqsa dalam solat-solat mereka. Karena ini pula selalu mencemooh kaum
muslimin, “Jika benar kami dalam kesesatan, lalu mengapa kalian mengikuti
kiblat kami. “
Hingga pada suatu hari,
turunlah wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw agar kaum muslimin menghadap
Ka’bah Masjidil Haram dalam setiap solat mereka.
Perintah ini sungguh
memukul kaum Yahudi. Mereka bertanya-tanya tentang sebab peralihan kiblat kaum
muslimin. Mereka tidak sadar bahwa peralihan kiblat ini merupakan ujian bagi
kaum muslimin sendiri, sehingga dapat dikenali siapa yang mentaati dengan siapa
yang menentang Rasulullah saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar