Oleh Sulaiman Djaya, esais dan
penyair (Sumber: Banten Raya, 29 Agustus 2014)
“Bagi Amerika, sejak dulu
dan hingga saat ini, tak ada fundamentalisme atau terorisme, yang ada adalah
kebutuhan bahan-bakar. Mereka (Amerika) memang tidak bernegosiasi dengan para
teroris, karena mereka-lah yang membiayai dan menciptakan fron-fron terorisme”
Dalam prakata alias
pengantar Knowledge of Language, Noam Chomsky bertanya bagaimana bisa orang
hanya sedikit tahu tentang struktur dan fungsi masyarakat mereka sendiri,
padahal begitu banyak fakta yang tersebar. Dia menyebut hal ini sebagai
“Masalah Orwell (Orwell’s Problem)” dan mendefinisikannya sebagai “kemampuan
sistem totalitarian untuk menanamkan pengaruhnya yang kemudian diterimanya
secara luas, meski tidak punya dasar sama sekali yang divariasikan dengan hanya
menyodorkan fakta gamblang tentang dunia di sekitar kita.”
Sementara itu, George
Orwell, adalah nama pena dari Eric Arthur Blair, yang lahir pada tahun 1903 di
Motohari, India, anak seorang Menteri Kolonial Inggris. Orwell menciptakan
suatu kerangka untuk menganalisa propaganda politik dan kontrol pikiran yang
kemudian menjadi bagian dari dongeng modern.
Sayangnya, para pembuat
propaganda barangkali lebih mendalami analisis Owell daripada mereka yang
menjadi target pencucian otak atau indoktrinasi. Buku Orwell yang berjudul
Homage To Catalonia (1938) ditulis dari pengalamannya sendiri ketika ia masih
bergabung dengan kaum loyalis Spanyol dan mengalami luka berat ketika terjadi
perang saudara di Spanyol.
George Orwell sempat
menyaksikan hari-hari awal fasisme ketika diterapkan di Spanyol di bawah
pimpinan diktator Franco. Karakteristik Fasisme yang kemudian dikenal luas
meliputi: kontrol privat atas kekayaan dan sumber daya secara terpusat, kontrol
atas informasi, investasi besar-besaran di bidang peralatan tempur, penindasan
gerakan serikat buruh dan gerakan demokratis populer, agresi militer yang
memperluas wilayah, dan lain sebagainya.
Fasisme adalah hasil
pengembangan secara alamiah dari sistem monarki. Keturunan kaum aristokrat pada
zaman industrilah yang mengembangkannya ketika mereka menyadari bahwa dengan
memproduksi dan menjual alat-alat perang akan dapat diraup keuntungan yang luar
biasa besarnya.
Novel populer George
Orwell, 1984 (yang diterbitkan tahun 1949), melukiskan suatu dunia di mana ada
tiga superpower utama yang terus berusaha mempertahankan adanya perang, yang
secara periodik menggantikan musuh-musuhnya. Perang amat penting bagi negara,
untuk menjalankan roda perekonomian mereka dan struktur kontrolnya. Banyak
konsep dan ekspressi dari buku 1984 (umpamanya, thought-crime dan thought-police)
menjadi pembicaraan kita sehari-hari.
Kementerian kebenaran
(MI-nistry of truth) adalah tempat di mana Winston, pahlawan dalam buku 1984,
bekerja “membersihkan” laporan-laporan berita dan mengubah opini publik setiap
hari demi kepentingan penguasa. Newspeak adalah nama untuk bahasa yang
digunakan pemerintah untuk menyembunyikan apa yang dilakukannya. Menggunakan
teknik-teknik semacam penyederhanaan kata, eufemisme, penggambaran yang sengaja
dikelirukan, penyingkatan, pengaburan makna, dan pemutar-balikan arti.
Newspeak membuat bahasa
menjadi begitu tak bermakna sehingga tidak layak untuk dipakai berkomunikasi –
atau bahkan untuk memahami – aktivitas negara. “Tidakkah kau tahu bahwa tujuan
utama dari Newspeak adalah untuk memicikkan pikiran? Pada akhirnya kita tidak
akan pernah mampu melakukan Thoughtcrime karena tidak ada kata-kata untuk
mengekspressikanya” dari 1984, George Owell.
Doublethink dan
doublespeak mengacu kepada pemakaiaan kata-kata untuk maksud sebaliknya. Suatu
taktik yang digunakan pemerintah untuk mengaburkan makna sebenarnya atas apa
yang mereka lakukan. Contoh, kata “Demi Perdamaian” akan mereka gunakan untuk
sebagai kata ganti invasi. Anda ingat kata “penyerderhanaan pajak”?
Esai Orwell yang ditulis
pada tahun 1946 “Politics and the English Language” adalah analisis yang bagus
mengenai bagaimana korupsi bahasa berkaitan dengan kontrol politik. Dalam
esainya yang menjelaskan bagaimana bahasa dapat digunakan untuk memanipulasi
atau menyesatkan. “Pada saat ini, pidato dan tulisan politik sebagian besar
hanyalah mempertahankan sesuatu yang tidak dapat dipertahankan,”ujarnya,
terdengar seperti apa yang di katakan Noam Chomsky di kemudian hari.
“Daerah-daerah yang tidak
punya pertahanan di-bombardir lewat udara, penduduk terpaksa harus mengungsi
keluar kota, binatang ternak dibantai, rumah-rumah di bakar: inilah yang disebut
perdamaiaan (ala kekuatan invasif dan imperialis seperti Amerika, Israel, dan
para sekutunya saat ini). Jutaan petani diusir dari perternakan mereka sehingga
mereka dengan susah-payah menyusuri jalan dengan bawaan ala kadarnya: inilah
yang disebut pemindahan penduduk atau pengaturan ulang daerah perbatasan
(pemetaan).”
Orang-orang dipenjara
selama bertahun-tahun tanpa menjalani proses pengadilan, atau ditembak dari
belakang atau dikirim ke kamp Arctic Kutub Utara agar mati kekurangan gizi: inilah
yang disebut pembersihan unsur-unsur yang lemah (alias genosida atas nama
demokrasi, padahal motifnya adalah sumber daya dan ekonomi, semisal perebutan
minyak).
Penyusunan kata-kata
seperti itu dibutuhkan bila seseorang ingin menyebut sesuatu tanpa menyertakan
gambaran mental dari hal tersebut. Contoh, pikirkan jika saja beberapa
professor Inggris yang mapan membela totalitarianisme Rusia. Dia tidak dapat
mengatakan secara utuh, kita akan yakin bahwa bila dengan membunuh lawan, kamu
dapat menggapai tujuanmu, maka kamu akan melakukannya. Maka dari itu, dia akan
berkata kira-kira seperti ini: “Manakala ada suara yang menyatakan bahwa rezim
Uni Soviet menunjukkan hal-hal tertentu yang cenderung disesalkan kaum
humanitarian, kita harus setuju bahwa adanya batasan-batasan tertentu atas hak
untuk melakukan penentangan politik takkan bisa dihindari seiring dengan masih
berlangsungnya periode transisi. Karenanya, kekerasan yang diderita oleh rakyat
Rusia cukup bisa dibenarkan dalam lingkup pencapaiaan konkrit”.
“Ketika ada kesenjangan
antara kenyataan yang dialami seseorang dengan tujuan seseorang yang dinyatakan
dengan sendirinya akan membutuhkan banyak kata untuk menjelaskan”. Bagi
Amerika, sejak dulu dan hingga saat ini, tak ada fundamentalisme atau
terorisme, yang ada adalah kebutuhan bahan-bakar (minyak). Mereka (Amerika)
memang tidak bernegosiasi dengan para teroris, karena mereka lah yang membiayai
dan menciptakan fron-fron terorisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar