Label

Indonesia dalam Ancaman Kolonialisme Baru


Indonesia sekarang ini kembali dibawah cengkeraman penjajahan baru atau disebut neokolonialisme. Namun, proses penjajahan baru ini sudah berlangsung sejak Orde Baru berkuasa hingga sekarang ini.
                                                             
Bukti keterjajahan itu adalah ketiadaan haluan negara sebagai pemandu penyelenggaraan negara. “Seharusnya haluan negara kita adalah cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, yakni masyarakat adil dan makmur,” kata penyair Toga Tambunan dalam diskusi bedah buku “Bung Karno: Nasionalime, Demokrasi dan Revolusi” di Jakarta, Minggu (18/8/2013).

Menurut Toga, pengelenggaraan negara seharusnya berpijak pada nilai-nilai Pancasila dan berpedoman pada UUD 1945. Sayangnya, kata dia, sejak tahun 2002 telah terjadi pembongkaran terhadap konstitusi asli produk Proklamasi 17 Agustus 1945.

“Amandemen UUD pada tahun 2005 menghilangkan esensi dari UUD yang asli, yakni UUD 1945. Makanya, UUD hasil amandemen itu lebih pantas disebut UUD 2002,” ujarnya.

Salah satu ciri dari UUD 2002 ini, paparnya, adalah sikap akomodatif-nya terhadap modal asing. Akibatnya, perekonomian nasional kita kembali hampir dikuasai oleh asing.

Seiring dengan hilangnya haluan negara itu, dalam pandangan Toga, Indonesia makin mengarah ke liberalisme, mulai dari regulasi hingga ke sistem politik. “Keadaan ini menyuburkan korupsi dan membawa kita dalam kekacauan akibat konflik terus-menerus,” tandasnya.

Lebih lanjut, penyair yang pernah dianugerahi predikat ‘penyair terbaik’ di Harian Ra’jat ini mengaku prihatin dengan makin meluasnya praktek diskriminasi politik dan sosial. Ia juga mengelus dada akibat maraknya nilai-nilai gengster dalam kehidupan sehari-hari.

“Saya heran, kok orang begitu gampangnya menembak orang lain sekarang. Tega banget. Seperti apa pergulatan batin mereka itu, sampai begitu gampangnya mengambil keputusan mengambil nyawa orang lain,” ujarnya.

Namun, Toga Tambunan menandaskan, praktek neokolonialisme sekarang ini tidak lepas dari adanya komprador di dalam negeri yang rela menjadi agen neokolonial.

“Komprador-komprador ini hanya formalitasnya saja orang Indonesia, tetapi mereka sebetulnya bukan Indonesia. Sebab, jiwanya orang Indonesia yang benar itu adalah anti-kolonialisme, anti-imperialisme, dan anti sisa feodal,” katanya.

Karena itu, Toga menyerukan kepada bangsa Indonesia untuk bangkit dan banting stir dari kondisi keterjajahan ini. Ia mengajak kaum pergerakan memperkuat propaganda anti-imperialisme dan anti-komprador.

Ia juga menyerukan perlunya membangun Front Persatuan Nasional sebagai alat untuk melawan imperialisme dan rezim komprador di dalam negeri yang menjadi penyokongnya.

Ulfa Ilyas

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar