“Aku seperti matahari yang tertutup oleh awan
dan orang-orang mengambil manfaat dariku, sebagaimana mereka mengambil manfaat
dari matahari di balik awan.” Sebuah hadis masyhur yang diriwayatkan oleh Sunni
dan Syi’ah dalam 92 kitab yang berbeda menyatakan, “Barang siapa yang mati
tanpa mengenal Imam Zaman as, ia akan mati dalam keadaan jahiliah.” Kata “mati”
dalam hadis ini ditafsirkan oleh ulama sebagai tujuan kehidupan duniawi ini.
Al-Quran menyatakan, Setiap jiwa akan merasakan kematian. Dalam berbagai tempat dalam kitab-Nya, Allah menerangkan bahwa tujuan kehidupan duniawi ini tidak berarti berakhirnya (perjalanan) jiwa. Sebaliknya, kematian semata-mata merupakan perpindahan dari kefanaan pada keabadian.
Suatu saat, Jabir meminta Imam Shadiq as untuk menerangkan filsafat kematian. Imam as menerangkan, “Kematian bukan kehancuran sebagaimana orang kira melainkan perubahan bentuk dalam kehidupan. Jika seorang Muslim memiliki keimanan dan kearifan, ia tidak akan takut akan transformasinya. Namun, jika saya berdebat dengan seorang non-Muslim dan ia menanyakan kepadaku mengapa Allah menjadikan manusia mati yang ia ciptakan dan ia beri kehidupan? Aku akan menjawabnya bahwa kematian merupakan suatu pasase ke kehidupan lain dan bahwa dalam fase berikutnya, ia diberi kehidupan lagi.
Dalam Surah al-Hadid ayat 19, Allah Swt menjanjikan pahala bagi mereka “yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”. “Mereka adalah “orang yang adil dan para syuhada dalam pandangan Tuhan mereka.”
Betapa agungnya penghormatan Allah kepada mereka yang beriman kepada para rasul-Nya! Mereka dipandang sebagai “para syuhada dalam pandangan Tuhan mereka”. Dengan penuh kasih, Allah menjamin, “mereka mendapatkan upah mereka dan cahaya mereka.” Namun, di sisi lain, mereka yang mengingkari para utusan Tuhan dan menolak untuk mengakui mereka dipastikan sebagai penghuni neraka. Allah Swt berfirman, “Kecuali orang-orang kafir, yang telah mendustakan ayat-ayat Kami, mereka adalah para penghuni neraka.”
Arti penting mengenal Imam Zaman as ditekankan oleh kenyataan bahwa para maksum menjamin kematian jahiliah bagi siapa saja yang lalai menunaikan kewajiban ini, kita diperintahkan bahwa, “Barangsiapa yang mati tanpa mengenal Imam Zaman as, matinya adalah matinya jahiliah.” Apakah yang diisyaratkan dengan kata “mengenal” dalam hadis yang disebutkan tadi? Bagaimana seharusnya kita mengenal imam kita? Apakah ini berarti kita harus bertemunya secara pribadi, mendengarnya, dan memandangnya ataukah apakah itu hanya menuntut kita untuk mendapatkan pengetahuan tentangnya dan mengetahui siapa sebenarnya ia?
Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dengan kecintaan kepada Muhammad dan keluarganya, ia termasuk golongan syuhada.”
Hadis ini dibenarkan oleh ayat dari Surah Hadid yang dinukil di atas. Allah berfirman, Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu orang-orang Shiddiqien dan para syuhada di sisi Tuhan mereka. (57:19) Mengenal dan menghormati para nabi dan para imam secara berkali-kali ditekankan dalam agama kita karena dalam kitab-Nya, Allah mengandarkan mereka sebagai orang-orang “mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.”
Dalam surah an-Nisa ayat 59, Dia berfirman, Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Hadis-hadis menerangkan bahwa “ulil amri” yang ditaati bukanlah para khalifah, presiden, raja, ataupun penguasa yang dipilih oleh mereka sendiri melainkan orang-orang yang telah diberi otoritas oleh sang Pencipta sendiri. Al-Khaliq memilih Nabi saw dan Ahlulbaitnya sebagai model dan guru bagi umat manusia. Dia menganugerahkan kepada mereka ilmu dan otoritas khusus dan disebutkan dalam surah al-Ahzab ayat 33, Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Karena itu, kita harus mengenal dan mengikuti para imam yang telah disucikan dan dibersihkan oleh Allah sendiri sebagai guru dan teladan bagi manusia.
“Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan
larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku
akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan
saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini)
tidak mengenai orang yang zalim". (QS. Al Baqarah (2):124). “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”. (QS. An Nahl (16):120).
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”. (QS. Al Furqan (25):74).
“Dan
sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami
angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat
dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka
dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi
dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir
air didalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah
itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”. (QS. Al Ma'idah
(5):12).
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami
panggil tiap umat dengan Imamnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab
amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Al Isra(17):71).