Ada
suatu zaman ketika sains menjadi musuh keyakinan agama – sayangnya, zaman itu
sudah berlalu. Fisika dan kosmologi modern (sains mengenai awal-mula dan
perkembangan alam semesta) kini menyediakan bukti objektif kuat tentang
eksistensi Tuhan, mengkonfirmasikan atribut utama Tuhan, dan menunjukkan
bagaimana Tuhan menciptakan eksistensi fisik dari ‘kenihilan/ketiadaan’.
Pengetahuan
ini berasal dari analisis kritis atas teori ‘Big Bang’, Teori Relativitas
Khusus Einstein, dan penelitian yang tengah dilakukan dalam fisika quantum.
Konsep di balik pengetahuan ilmiah esoterik ini sekarang dapat disampaikan
sedemikian rupa sehingga dipahami setiap orang yang berpendidikan modern.
Kita
sekarang tahu berdasarkan teori-teori kosmologi yang diterima luas bahwa alam
fisik yang kita lihat hari ini diciptakan dari ketiadaan (artinya tanpa waktu,
tanpa ruang, dan tanpa materi).
Kita
juga tahu bahwa permulaan penciptaan alam semesta terjadi melalui cahaya yang
menjelma pada singularitas (satu titik tanpa dimensi).
Kita
tahu bahwa materi alam semesta fisik dilahirkan oleh photon-photon (paket-paket
kecil energi cahaya) yang, ketika bertubrukan satu sama lain, membentuk proton,
neutron, dan elektron dalam jumlah tak terhingga, yang dalam beragam kombinasi
menyusun segala sesuatu di dunia fisik kita.
Pada
esensinya kita sekarang bisa mengatakan secara tepat bahwa semua materi alam
semesta fisik, termasuk diri kita, sebenarnya adalah cahaya yang melambat.
Kita
tahu bahwa ruang yang memuat alam semesta fisik kita sedang mengembang/meluas.
Konsep ini begitu asing bagi pikiran manusia sehingga sebelum Albert Einstein
mengembangkan Teori Relativitas Umum-nya di awal abad 20 tak pernah terpikir
oleh pemikir-pemikir besar dunia, namun telah dinyatakan dalam Al-Quran lebih
dari 1400 tahun lebih lalu saat Allah mengatakan pada kita, “Aku memperluas
alam semesta dengan kekuasaan-Ku.” Bahkan Einstein begitu terheran oleh temuannya
sendiri sehingga dia memalsukan datanya untuk menunjukkan alam semesta yang
tidak mengembang, karena dia cukup paham bahwa alam semesta yang mengembang
mengimplikasikan suatu momen penciptaan alam semesta di masa sangat lampau.
Teori
Relativitas Khusus Einstein (yang sebenarnya dia sebut sebagai Teorema
Absolutisme, sebab dia menyadari dirinya telah menemukan satu hal yang absolut
di alam semesta relatif) adalah tentang sifat-sifat istimewa cahaya.
Teori
Relativitas Khusus memungkinkan pandangan objektif pertama kita mengenai
sesuatu yang eksis di luar dunia materil.
Kita
boleh jadi telah menemukan sesuatu saat kita memperoleh pandangan pertama kita
di luar dunia materil, tapi yang kita temukan sungguh luar biasa. Kita ketahui
Teori Relativitas Khusus Einstein menunjukkan kepada kita bahwa eksistensi
non-materil di luar dunia fisik hanya terdiri dari absolut-absolut, dan
beberapa dari absolut itu luar biasa mirip dengan pandangan setiap agama
sebagai atribut-atribut utama Tuhan.
Contoh
Satu: Ketika kecepatan cahaya (300.000 km/detik) tercapai, maka waktu melambat;
dan pada kecepatan cahaya, waktu tidak berlalu. Artinya bagi photon cahaya yang
berjalan pada kecepatan cahaya, waktu tidak berlalu. Oleh sebab itu, photon
berada di luar waktu, dan KEKAL.
Contoh
Dua: Karena waktu tidak berlalu bagi photon cahaya, dan bahwa photon bisa
diamati di berbagai tempat di ruang, maka photon cahaya berada di tempat
berbeda-beda tersebut secara serempak pada saat yang sama, dan oleh sebab itu
ADA DI MANA-MANA.
Contoh
Tiga: Karena setiap bit materi di alam semesta fisik terlahir oleh energi
cahaya, dan bahwa energi cahaya secara konstan menopang dan mengarahkan
aktivitas setiap bit materi dalam eksistensi fisik, maka tak ada kekuatan
selain kekuatan cahaya, energi cahaya adalah satu-satunya kekuatan yang eksis,
dan oleh sebab itu MAHAKUASA.
Contoh
Empat: Karena semua pengetahuan yang eksis, yang pernah eksis, atau yang akan
eksis, disimpan oleh energi cahaya dan ditransmisikan melalui energi cahaya,
maka tak ada pengetahuan selain yang terkandung pada cahaya, dan oleh sebab itu
MAHATAHU.
Selain
itu, cahaya sebetulnya tidak eksis dalam eksistensi fisik walaupun kita dapat
melihatnya. Begitu Anda mendekati kecepatan cahaya, salah satu dari tiga
dimensi (panjang, tinggi, atau tebal), yang sejajar dengan arah gerakan, secara
progresif menjadi berkurang, dan pada kecepatan cahaya, dimensi tersebut
menjadi nol. Untuk menentukan volume, kita mengalikan tinggi x lebar x panjang,
tapi bila salah satu dari tiga dimensi itu bernilai nol maka volume pun nol,
dan berarti tidak eksis di alam semesta materil. Cahaya tidak menempati volume
ruang dan oleh sebab itu tidak eksis di alam semesta fisik.
Dan,
meski segala sesuatu di alam semesta fisik memiliki massa lebih besar dari nol,
yang menjadi ciri khas eksistensi di dunia materil, cahaya tidak punya massa
sama sekali. Ketika Anda mendekati kecepatan cahaya, massa bertambah; pada
kecepatan cahaya, massa adalah tak terhingga. Tak peduli sekecil apapun jumlah
massa saat Anda memulai, massa tersebut bertambah menjadi tak terhingga pada
kecepatan cahaya. Karena photon berjalan pada kecepatan cahaya dan tidak
mencapai massa tak terhingga, artinya ia punya massa nol saat memulai, dan oleh
sebab itu cahaya sebetulnya tidak eksis di dunia materil.
Dalam
eksistensi fisik, segala sesuatu adalah relatif; eksistensi absolut atau
non-eksistensi dari kualitas tertentu tidak dan tidak bisa diekspresikan,
segala sesuatu eksis di antara dua ekstrim continuum tersebut dari
ekspresi absolut ke non-ekspresi absolut. Meskipun demikian, kita menemukan
bahwa di luar eksistensi materil, semua kualitas eksis dalam status tak
terhingga atau tidak eksis sama sekali, tidak ada yang di antaranya.
Nilai
penting dari temuan di atas adalah bahwa semua itu merobohkan pendapat bahwa
alam semesta fisik eksis sebagai sejumlah partikel material tetap yang
digerak-gerakkan oleh satu set hukum fisik tetap. Pemahaman keliru atas
eksistensi fisik inilah yang membentuk dasar filsafat materialisme ilmiah.
Filsafat materialisme-lah, terutama materialisme sekuler, yang membolehkan
keyakinan kepada Tuhan ditantang kuat oleh kaum atheis dalam beberapa ratus
tahun belakangan, kurang lebih sejak masa Sir Isaac Newton.
Tidak
lagi mungkin secara intelektual ataupun masuk akal secara logika, dipandang
dari sudut temuan fisika dan kosmologi modern, untuk mempertahankan pandangan
atheis (bahwa Tuhan itu tidak ada). Satu-satunya kesimpulan yang masuk akal
secara logika dan jujur secara intelektual yang dapat ditarik dari temuan sains
modern adalah bahwa Tuhan memang ada, bahwa atribut-atribut Tuhan adalah
absolut, dan bahwa Tuhan memang menciptakan alam semesta fisik (termasuk
kehidupan manusia).
Kita
kini berada di awal titik transisi dari pandangan materialistik sekuler menuju
pandangan spiritual berpusatkan Tuhan.