EDWARD SNOWDEN, mantan kontraktor teknik Amerika
Serikat dan karyawan Central Intelligence Agency (CIA) mengungkapkan bahwa
lembaga pelayanan intelejen dari tiga negara yaitu Amereka Serikat, Inggris dan
Zionis Israel bekerjasama membentuk organisasi teroris. Dari tangan-tangan
MOSSAD, teroris Daulah Islam Irak dan Suriah (ISIS) diciptakan. Kelompok teroris ini menampung dan menarik segala
bentuk ekstremisme dari seluruh dunia dalam satu wadah, dengan menggunakan
strategi yang disebut “the hornet’s nest” atau sarang lebah. Sesuai dengan dokumen Snowden, disebutkan bahwa
satu-satunya cara untuk melindungi entitas Zionis atau “Negara Yahudi” adalah
dengan menciptakan musuh-musuh baru di tempat (Negara) yang berbatasan dengan
Israel. Musuh ini (yaitu teroris) yang akan dimanfaatkan untuk melawan plot
anti-Zionis yang sejak awal menolak keberadaan Israel. Seperti yang diketahui, negara Arab yang konsisten
menolak keberadaan Israel adalah Suriah. Sedangkan di Lebanon, terdapat front
perlawanan Hizbullah yang juga sangat aktif melawan Israel. Dengan menciptakan
ISIS, mau tak mau Suriah dan Hizbullah akan disibukkan untuk melawan kelompok
teroris.
PERLU DIPAHAMI bahwa sejak ditemukan moda transportasi BBM, Minyak
menjadi KOMODITAS NO.1 dunia sejak abad ke-20, dan Timur Tengah adalah wilayah
kandungan minyak terbesar dunia dengan akses termudah, yang membuatnya vital
dan strategis. PERLU DIKETAHUI bahwa baik yang menemukan moda
transportasi BBM, maupun yang menemukan ladang minyak di Timur Tengah
adalah Peradaban Barat (Eropa). Semua berawal ketika Tim Eskplorasi
yang dikirim William Knox D'Arcy (Pengusaha Irlandia)
menemukan ladang minyak luas di Persia (sekarang Iran), kemudian bersama Burmah
Oil Co (BUMN Inggris) mendirikan APOC (Anglo Persian Oil Company), korporasi
minyak milik Barat pertama di Timur Tengah, nantinya menjadi British
Petroleum (BP Plc). Lalu Barat mengirim “sepasukan” Peneliti Minyak ke
Timur Tengah, dan ladang-ladang minyak besar lainnya pun ditemukan, dari
Semenanjung Arab sampai Laut Kaspia, sampai pantai utara Afrika, di
daerah-daerah yang kita kenal sekarang dengan nama Arab Saudi, Uni Emirat Arab,
Kuwait, Irak, Suriah, sampai Libya dan Aljazair.
Penemuan ini
adalah GAME CHANGER yang merombak total Geopolitik
Internasional dan meredefinisi kebijakan luar negeri Barat dalam
sekejap mata. Timur Tengah menjadi pertaruhan besar bagi konstelasi politik
yang akan menentukan peta kekuatan dunia di masa mendatang (setidaknya
menurut Barat). Satu-satunya penghalang adalah Kekaisaran Ottoman yang saat
itu menguasai hampir seluruh Semenanjung Arab. Ottoman harus
pergi. SUMBER: (1)
Perang Intelijen
Bermotif Minyak
PERLU DIKETAHUI, setelah sadar perang terbuka head to head tidak
akan mempercepat proses "pendongkelan" Ottoman dari Timur Tengah, Peradaban
Barat menemukan metoda perang yang lebih efektif dan mematikan untuk digunakan
kepada suku primitif penunggang unta di padang pasir ini, yakni: PERANG
INTELIJEN. Militer Inggris lalu mengirim perwira-perwira jenius,
diantaranya sang Legenda T. E. Lawrence, yang membaur dan berhasil
memprovokasi “Revolusi Arab” tahun 1916. Kekaisaran Ottoman sukses
"didongkel" dari Timur Tengah hanya dalam waktu setahun! *For
more reading, alias untuk bacaan lanjut silahkan tanya Google: Lawrence of
Arabia , Arab Revolt.
FAKTA SEJARAH =>
"Revolusi Arab" adalah PERANG INTELIJEN BERORIENTASI MINYAK pertama yang dilancarkan Barat kepada Rezim penguasa
Timur Tengah. Kesuksesan Lawrence of Arabia mengusir Ottoman kelak akan
menjadi BLUE PRINT untuk PERANG INTELIJEN BERORIENTASI MINYAK
di masa mendatang. SUMBER: (2)
Potongan Kue Untuk
"Sang Adik"
Militer Inggris
kemudian membuat perjanjian Darin dengan Ibnu Saud,
yang menetapkan wilayah Arab Saudi di bawah proteksi Inggris. Kerajaan Inggris
tidak hanya memberikan suplai persenjataan dan bantuan 5000 pound per-bulan,
tapi juga menganugerahkan gelar SIR (ksatria) Order of
Bath kepada Ibnu Saud. Memuluskan jalan untuk Rockefeller, owner konglomerasi
minyak terbesar dunia Standard Oil untuk mendapatkan Konsesi
Minyak Arab Saudi. Standard Oil Company of California (SOCAL),
nantinya berubah nama menjadi Chevron, mendirikan Arabian
American Oil Company (ARAMCO). Standard Oil of New Jersey,
nantinya menjadi Exxon, Standard Oil of New York,
nantinya Mobil Oil, menguasai ladang-ladang minyak Saudi Arabia.
Pada tahun 1949, BP dan Shell telah menguasai 52% dari seluruh ladang minyak di
Timur Tengah, dan Chevron, Exxon, Mobil, Texaco menguasai 42%. SUMBER:
(3)
Arab Saudi
menasionalisasi ARAMCO dengan membeli 25% saham pada tahun 1973, lalu membeli
60% saham pada 1974, dan 100% pada tahun 1980. Namun pada prakteknya, 4
raksasa minyak Amerika: Chevron, Exxon, Mobil & Texaco masih mengoperasikan
ARAMCO. Pada tahun 1990, Exxon melaporkan saham kepemilikan sebesar 28,33%
di ARAMCO kepada SEC (Bapepam untuk Wall Street), 10 tahun setelah
nasionalisasi Exxon masih memiliki 28,33% saham ARAMCO. Seluruh kilang minyak
pun masih dikelola oleh Mobil Oil & Shell. SUMBER: (4)
Metoda "Perang
Kotor"
Untuk mengamankan
British Petroleum (BP), militer Inggris menduduki Iran dan menginstalasi Rezim
"ramah kepada Barat" Mohammad Reza Pahlavi sebagai SHAH (Dinasti
Pahlevi), meresmikan Iran sebagai suplier minyak Barat terbesar setelah Arab
Saudi. Namun pada 1951, gerakan Nasionalis dipimpin PM Iran Mohammad
Mosaddegh mencoba membatasi kekuasaan monarki Shah Pahlavi, dan
menasionalisasi Anglo-Iranian Oil Company (BP).
Inggris dibantu C.I.A. (dinas
intelijen Amerika) melancarkan Perang Intelijen menggulingkan PM Mossadegh
melalui provokasi KUDETA yang dikenal dengan 28 Mordad Coup. Pada
Agustus 2013, C.I.A. secara resmi mengakui operasi intelijen
"pelengseran" PM Iran Mossadegh melalui penggerakan massa
dengan cara memberikan sogokan kepada politisi dan petinggi militer Iran.
British Petroleum (BP) menyumbang uang sebesar $25.000 untuk operasi tersebut.
Berita ini dilansir CNN, BBC, dan berbagai media internasional pada 19-20
Agustus 2013 dengan headline “CIA admits role in 1953 Iranian Coup”.
Namun situasi
kondusif tak bertahan lama, karena Dinasti Pahlevi kembali digulingkan kali ini
oleh gerakan Islam Syi’ah Ayatullah Khomeini, mendirikan Republik
Islam yang dikenal dengan Iranian Revolution 1979. C.I.A. kembali
beraksi membiayai General Oveisi, petinggi militer loyalis Shah Pahlevi. Kapal
perang USS Constellation berangkat dari Subic Bay Filipina
menuju laut Arab untuk mendukung penghasutan "perang saudara" antara
Loyalis Pahlevi V.S. Rezim Islam. Namun kali ini, operasi yang dibiayai oleh
Rockefeller (Chevron) menemui kegagalan. SUMBER: (6)
Pembiayaan Perang
Irak-Iran
Berdasarkan
rekomendasi Zbigniew Brzezinski, National Security Advisor Gedung
Putih kepada Presiden Carter: Saddam Hussein bisa dimanfaatkan untuk
menumbangkan rezim Anti-Barat Ayatullah Khomeini, Presiden Jimmy Carter
langsung instruksi C.I.A. membuka kantor di Baghdad yang disambut baik oleh
Saddam Hussein. SUMBER: (7). Tak menunggu lama, A.S. langsung
menerbitkan peringatan ke negara-negara sekitar akan eskalasi yang akan datang.
Washington juga memberikan ultimatum kepada Soviet agar tidak turut campur.
Saddam Hussein melihat ini sebagai "lampu hijau", dan agresi militer
Irak ke Iran pun dimulai pada 22 September 1980. SUMBER: (8)
A.S. langsung
mengeluarkan Irak dari Daftar Hitam “Negara sponsor Terorisme” untuk legitimasi
pemberian bantuan. “Bantuan Ekonomi” milyaran Dollar langsung dicairkan,
termasuk suplai senjata, suplai amunisi, sampai transfer teknologi militer.
C.I.A. memberikan arahan TACTICAL untuk setiap operasi militer
Irak, memberikan bocoran intel, bahkan pelatihan SPECIAL OPS. Departemen
Defense Intelligence Agency Pentagon ikut buka kantor di Baghdad
memberikan arahan langsung kepada A.U. Irak. Personel militer Irak menerima
pelatihan dari Satuan Khusus Green Berets di Fort
Bragg, North Carolina, juga pelatihan untuk Pilot Helikopter. SUMBER:
(9)
Tak hanya itu,
militer A.S. juga terlibat langsung melakukan serangan terhadap target-target
militer Iran. C.I.A. melancarkan Operasi EAGER GLACIER sabotase
target-target strategis di Iran menggunakan Agen Lapangan. Kapal perang USS
Stark menyerang kapal-kapal Minyak Iran. Perang baru berakhir 8 tahun
kemudian melalui intervensi PBB pada 20 Agustus 1988 Resolution 59,
setelah menewaskan lebih dari 1.000.000 personel militer dan sipil. Namun
upaya penggulingan rezim Islam Iran kembali gagal.
Penyebaran Sistematis
Paham Radikalisme
Berdasarkan
keterangan mantan Direktur C.I.A. James Woolsey, sejak akhir
1970-an dan awal 1980-an, Arab Saudi menghabiskan 87 milyar Dollar untuk
sumbangan ke negara-negara berkembang (seperti Indonesia) untuk dana
pembangunan / operasional Mesjid, Madrasah, Pesantren, dan Islamic Center,
disertai dengan distribusi buku-buku agama, materi akademis, juga pembiayaan
pendidikan calon Ustaz. Materi edukasi Islam tersebut yang DISISIPKAN
materi BRAIN WASH (cuci otak) penghasutan kebencian,
fanatisme, radikalisme, dan terorisme. Termasuk penghasutan kebencian
terhadap Islam Syi’ah Iran. SUMBER: (10)
Berdasarkan
Laporan Jean-Charles Brisard untuk U.N. Security
Council (DK PBB), ia memiliki bukti terjadinya aliran dana $500 juta
ke organisasi Al-Qaeda dari lingkar keluarga kerajaan Arab Saudi hanya pada
tahun 2002 saja. Lalu pada Desember 2004, U.S. Senate Finance
Committee (Komite keuangan Daerah A.S.) mendapat laporan dari IRS
(kantor pajak A.S.) perihal terjadinya alokasi "Zakat" untuk
Terorisme oleh yayasan-yayasan Arab Saudi di Amerika: al Haramain dan Islamic
Relief.
Pada Juli 2005, Stuart
Levey, U.S. Treasury Undersecretary (Sekretaris Bendahara
Negara) membuat laporan kepada Senate Committee Hearing (Komite
Dengar Pendapat Senat) mengenai dukungan finansial dan pembiayaan
Terorisme yang dilakukan yayasan Arab Saudi di A.S. Muslim World
League (WML). Perbankan Arab Saudi diketahui terang-terangan
memberikan dukungan finansial kepada Terorisme. Islamic Development
Bank (IDB) diketahui mengalirkan dana ke yayasan Arab Saudi di
Amerika Council on American-Islamic Relations (CAIR) yang
menyalurkan-nya lagi ke organisasi-organisasi teroris global yang berafiliasi
ke Al-Qaeda, seperti: Al Quds, Lashkar-e-Taiba, Holy Land Foundation (HLF),
World Assembly of Muslim Youth (WAMY), International Islamic Relief
Organization (IIRO), dan Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin). SUMBER:
(11)
U.S. Senate Committee
on Governmental Affairs pada Juli 2003
memberikan pernyataan: banyak tokoh berpengaruh Arab Saudi menjabat
posisi penting di organisasi pendukung teroris global seperti Grand
Mufti Arab Saudi yang memegang jabatan di WML, juga Saudi Minister of Islamic
Affairs yang menjabat posisi sekretaris di WAMY dan al Haramain. SUMBER:
(12). Pada Maret 2002, Senator Bob Graham, ketua Senate
Intelligence Committee (Komite Intelijen Senat AS), memberikan
pernyataan bahwa jaringan teroris WTC 9/11 mendapat dukungan finansial
dari lingkar keluarga kerajaan Arab Saudi, dituangkan dalam Laporan 27
halaman Congressional Inquiry's Final Report. Namun apa yang
terjadi kemudian? “The Bush administration and FBI blocked a
congressional investigation into that relationship” (Senator Bob
Graham). Terjemahan: pemerintahan Bush dan FBI menghalang-halangi
penyelidikan terhadap hubungan (Saudi dan Teroris) tersebut. SUMBER:
(13)
Michael Scheuer, mantan kepala CIA Counter Terrorism Center (Unit
Anti Teroris CIA), memberikan pernyataan kepada Wahington Post tahun
2005, “Bin Laden family in the US are nearly completely off limits to
US law enforcement.”, Terjemahan: keluarga Bin Laden di Amerika
hampir tidak bisa disentuh oleh penegakan Hukum. Bahkan setelah mengetahui
Osama Bin Laden dibalik serangan WTC 9/11, keluarga Bin Laden (sanak saudara
Osama) yang tinggal di Amerika diberikan izin untuk terbang pulang ke Arab
Saudi tanpa satu pun melewati proses interogasi meskipun FBI telah menemukan
dugaan koneksi mereka dengan para pembajak WTC 9/11. Setelah begitu
banyak Fakta menunjuk hidung Arab Saudi sebagai MASTERMIND Terorisme
global, daripada membom Arab Saudi, Amerika malah membom Irak.
Pembiayaan Mujahidin
(Taliban) Usir Soviet
Berawal dari ekspansi
Soviet menginvasi Afghanistan pada tahun 1979, memberikan ancaman langsung
terhadap kepentingan Barat terhadap Minyak Timur Tengah. Presiden Jimmy
Carter memberikan respon dengan menerbitkan kebijakan yang dikenal
dengan Carter Doctrine pada Januari 1980 yang berbunyi: "Amerika
Serikat akan menggunakan kekuatan Militer bila diperlukan untuk mempertahankan
kepentingan di Teluk Persia". Namun pilihan lagi-lagi jatuh kepada
Perang Intelijen daripada head to head. Pada 3 Juli 1979, Presiden
Carter menandatangani direktif Operation Cyclone yang
memerintahkan C.I.A untuk melakukan COVERT OP (Operasi
Intelijen) membiayai Mujahidin (Taliban) Afghanistan. SUMBER: (2)
Pembiayan Etape
Pertama dimulai $20-$30 juta per-Tahun pada 1980, diujung tombaki oleh National
Security Adviser, Zbigniew Brzezinski, diteruskan kabinet Ronald
Reagan menjadi $630 juta per-Tahun pada 1987, oleh Senator Charlie
Wilson sampai Soviet sukses diusir dari Afghanistan pada tahun 1989. Operasi
pembiayaan C.I.A kepada Mujahidin (Taliban) Afghanistan ini melibatkan
sukarelawan Arab yang dikomandani oleh Osama Bin Laden, yang
menjadi cikal bakal pembentukan Al-Qaeda, seperti Mujahidin yang
menjadi cikal bakal pembentukan Taliban, yang mana keduanya akan
balik menggigit sang majikan bertahun-tahun kemudian. SUMBER: (15)
C.I.A dan berbagai
elemen pemerintah A.S. tentunya menyangkal memberikan pendanaan kepada Osama
dan Al-Qaeda yang waktu itu memang ikut membantu Mujahidin (Taliban).
Karena itu sama saja mengakui ikut bertanggung jawab atas serangan WTC
9/11. For more reading Google: Carter Doctrine , Operation Cyclone atau
Tanya Google untuk info selanjutnya.
Penggulingan Muammar
Gaddafi
Berdasarkan Laporan
yang diterbitkan oleh The Jamestown Foundation, Washington
D.C. Institute for Research and Analysis, Khalifa Haftar yang
merupakan Panglima Pasukan Pemberontak Libya adalah kolaborator C.I.A. sejak
tahun 1969. The Jamestown Study bahkan memiliki pernyataan dari Khalifa Haftar
dari wawancara pada tahun 1991 mengakui bahwa C.I.A. telah menjadi
sponsor dan sumber pendanaan bagi paramiliter Anti-Gaddafi di Libya
sejak 1988, juga memberikan Pelatihan di Training Camp. Satu lagi bukti kuat
keterlibatan C.I.A di Libya adalah terdapatnya 3 orang anggota Al-Qaeda dalam
pasukan pemberontak: Abdel Hakim al Hasady, Salah al Barrani, Sufyan
Ben Qumu, yang mana ketiganya adalah tahanan teroris C.I.A. di
Guantanamo Bay sebelum tiba-tiba muncul di Libya. SUMBER: (16)
Operasi C.I.A di
Libya saat penggulingan Gaddafi juga diberitakan oleh NEW YORK TIMES,
bersama MI6 membantu mengumpulkan intel. Presiden Obama juga
diberitakan memberikan instruksi kepada C.I.A untuk mempersenjatai pemberontak
Anti-Gaddafi. Dan yang mutlak memperjelas, tentunya bantuan pemboman oleh NATO
yang melemahkan kekuatan militer Gaddafi secara signifikan, memberikan
kemenangan bagi pasukan pemberontak. SUMBER: (17)
Pembiayaan Perang
Saudara Suriah
Pembiayaan upaya
penggulingan Rezim Assad sudah menjadi informasi publik, karena dari operasi
rahasia, Amerika akhirnya tidak malu-malu mengakui dukungannya terhadap
pemberontak Suriah. Bantuan terang-terangan Obama bervariasi dari meminta
Kongres A.S. untuk menyetujui "intervensi militer" ke Suriah sekitar
Medio Agustus/September 2013, sampai meminta Kongres untuk menyetujui
permintaan dana bantuan $500 juta untuk pemberontak Suriah. Berita dukungan
A.S. atas pemberontak Suriah ini sudah dilansir oleh media-media internasional
BBC, CNN, RT (Russia Today), Washington Post, Telegraph UK, dan lain-lain. Namun
sebenarnya keterlibatan Amerika sudah lebih jauh daripada yang diakui Obama.
The New York Times telah melansir elemen Al-Qaeda dalam
pasukan pemberontak Suriah sejak tahun 2012 dalam artikel "Syrian
Rebels Tied to Al Qaeda Play Key Role in War". Mengusung nama
"Nusra Front" di Suriah, adalah cell teroris Al-Qaeda yang berbasis
di Irak. Reporter Prancis Georges Malbrunot kepada harian Le
Figaro, melaporkan peran vital C.I.A. sebagai supplier utama persenjataan
untuk pemberontak Suriah. "C.I.A. lead convoys of arms deliveries.
The Saudis in charge of financing. C.I.A and Saudi Arabia have supplied the
militants in Syria 600 tons of weapons in 2013 alone". Terjemahan: C.I.A
memimpin konvoi pengiriman senjata, sementara Saudi membiayai. Mereka telah
mensuplai pemberontak Suriah 600 ton senjata selama tahun 2013 saja.
CNN dalam artikel "CIA-funded weapons have
begun to reach Syrian rebels" Sept 2013, melaporkan dari Pentagon
perihal pengiriman senjata oleh C.I.A. kepada pemberontak Suriah. RUSSIA
TODAY dalam artikel "CIA trains and spies for Syrian
rebels" Maret 2013, melaporkan peran C.I.A. dalam memberikan
pelatihan dan bocoran intel kepada pemberontak Suriah. U.S.A TODAY dalam
artikel "Syrian rebels pledge loyalty to al Qaeda" Juni
2013, menjelaskan peran elemen Al Qaeda dalam pemberontak Suriah. RUSSIA
TODAY (RT) dalam artikel "Rebel leader supported by the
West admits he fights alongside Al-Qaeda" melaporkan joint
op pemberontak Suriah bentukan Amerika dengan Al-Qaeda. Pemberontak
Suriah Free Syrian Army pun mulai mengadaptasi metoda Al-Qaeda dan melakukan
pembersihan etnis, pembunuhan sistematis dan genosida terhadap warga sipil,
menjadikan "Perang Saudara Suriah" menjadi tragedi kemanusiaan yang
mengerikan. For more info, Google: Free Syrian Army beheading. WARNING!
Graphic images!
Islamic State Ultra
Radikal ISIS
"Kami tidak
membiayai grup ekstrimis yang suatu saat bisa menggunakan senjata dari kami
untuk menyerang kepentingan Barat." FORMAT
BAKU jawaban Washington untuk menepis kritik/tuduhan pembiayaan Radikalisme di
Timur Tengah. Amerika boleh-boleh saja menyangkal membiayai ISIS, seperti
menyangkal membiayai Al-Qaeda saat Osama Bin Laden membantu Mujahidin (Taliban)
mengusir Soviet dari Afghanistan. "America has been funding people
who are allies with ISIS... ISIS is stronger because we've been funding Islamic
rebels in Syria." Terjemahan: America membiayai sekutu
ISIS. ISIS menjadi kuat karena kita membiayai pemberontak Suriah. Pernyataan
Senator Rand Paul (R-Ky) dari negara bagian Kentucky, menggugah
pemikiran KRITIS: "Apakah dengan tidak mempersenjatai langsung teroris A,
tapi mempersenjatai teroris B yang bekerjasama dengan teroris A, membebaskan
Amerika dari tanggungjawab?"
Amerika membantah
membiayai langsung Al-Qaeda, NAMUN tutup mata dengan persenjataan yang disuplai
ke Mujahidin (Taliban) yang bekerjasama dengan Osama Bin Laden. Amerika
membantah membiayai langsung ISIS, NAMUN tutup mata dengan persenjataan yang
disuplai ke Pemberontak Suriah yang sempat bekerjasama dengan ISIS. Dan
tentunya Amerika tutup mata atas dukungan finansial dan pembiayaan sistematis
yang diberikan sekutu-sekutunya Arab Saudi, Kuwait dan Qatar kepada
ISIS, yang mana sumbangan tersebut telah menjadi komponen kunci kekuatan ISIS.
TELEGRAPH UK dalam artikel "How the West bankrolls
ISIS" 5 Agustus 2014, melaporkan sumbangan $100 juta dari ketiga
donor tersebut kepada ISIS pada tahun 2013 saja. Kuwait juga mengadakan
penggalangan dana dan mendapatkan $30 juta untuk jihad ISIS di Suriah. RUSSIA
TODAY (RT) dalam artikel "ISIS in Iraq stinks of CIA/NATO
‘dirty war’ op", melaporkan beberapa anggota ISIS mendapat
pelatihan dari C.I.A di Yordania pada tahun 2012, termasuk pembiayaan
yang diberikan Arab Saudi dan Qatar kepada ISIS. Andrew Doran mantan
pejabat US State Department memberikan kesaksian kepada Conservative
National Review akan adanya beberapa begundal ISIS memiliki
Paspor Amerika.
Penutup
Pada tahun 2012,
orang mencibir dan mengolok-olok opini "Pemberontak Suriah dibeking
C.I.A.", dua tahun kemudian opini tersebut menjadi Fakta. Para skeptis
mungkin akan menolak ide "Amerika berperan dalam pembentukan
ISIS" hanya karena BBC dan CNN belum memberitakan demikian. Di
sinilah benang merah Sejarah menjadi kunci penting untuk memahami
"Radikalisme Islam alias Wahabisme". Karena Faktanya: Barat
punya rekam jejak menjadi MASTERMIND Radikalisme, Wahabisme, dan Terorisme di
Timur Tengah. Semoga pemaparan FAKTA SEJARAH ini dapat memberikan
PERSPEKTIF yang lebih obyektif dan sehat, dengan harapan tiada lain
kecuali semoga kita bisa menularkan energi positif dalam kondisi tingginya
tensi horisontal saat ini. Amin!
Sumber:
(1) “THE PRIZE: The Epic Quest for Oil, Money, and Power”
(Simon & Schuster) by Daniel Yergin
(2) “A Prince of Our Disorder: The Life of T. E. Lawrence”
(Harvard University Press) by John E. Mack
(3) “A Brief History Of Major Oil Companies In The Gulf
Region” (University of Virginia) by Eric V. Thompson
(4) “Big Oil & Their Bankers In The Persian Gulf: Four
Horsemen, Eight Families & Their Global Intelligence, Narcotics &
Terror Network” (Bridger House Publishing) by Dean Henderson
(5) “The Scramble for Empire, Suez, and Decolonization”
(I.B.Tauris) by Wm. Roger Louis
(6) “Big Oil & Their Bankers In The Persian Gulf: Four
Horsemen, Eight Families & Their Global Intelligence, Narcotics &
Terror Network” (Bridger House Publishing) by Dean Henderson
(7) “Web of Deceit: The History of Western Complicity in
Iraq, from Churchill to Kennedy to George W. Bush” (Other Press) by Barry Lando
(8) “The Death Lobby: How the West Armed Iraq” (Houghton
Mifflin Company) by Kenneth Timmerman
(9) “Spider's Web: The Secret History of How the White
House Illegally Armed Iraq” (Bantam Books) Alan Friedman
(10,11) “Saudi Arabia's Export of Radical Islam” by Adrian
Morgan
(12) “Zarqawi: The New Face of Al-Qaeda” (Polity Press) by
Jean-Charles Brisard & Damien Martinez
(13) “Intelligence Matters: The CIA, the FBI, Saudi Arabia,
and the Failure of America's War on Terror” (Random House Inc) by Senator Bob
Graham
(14) "War in Afghanistan" (Macmillan) by Mark
Urban
(15) "Holy War Inc." *(Free Press) by Peter
Bergen
(16) "Ex-Mujahedeen Help Lead Libyan Rebels" (The
Wall Street Journal) by Charles Levinson
(17) "C.I.A. Agents in Libya Aid Airstrikes and Meet
Rebels" (NY TIMES) by Mark Mazzetti