Tahun 921 M, Ibnu Fadlan diutus oleh Khalifah
al-Muqtadir, penguasa Dinasti Abbasiyah di Baghdad, untuk pergi ke kerajaan
Bulghar (cikal bakal dari Bulgaria) di hulu sungai Volga di Kazan, wilayah
Tatarstan saat ini. Kita semua tahu bahwa di atas sungai ini berdiri sebuah
kota yang dinamai Volgograd, atau kota Volga. Sungai ini sangat bersejarah
karena menjadi bukti bisu pertempuran brutal dan vital dalam perang dunia 2.
Ya, kota di sungai ini dahulu disebut Stalingrad, atau kota Stalin yang sangat
dipertahankan mati-matian oleh tentara merah atas instruksi Presiden Rusia saat
itu, Joseph Stalin yang bernama asli Iosef
Vissarionovich Jugashvili.
Kembali ke petualangan Ibnu Fadlan, di padang rumput antara Laut
Aral dan Laut Kaspia atau wilayah Inner Asia, Ibnu Fadlan berjumpa dengan peradaban
kulit putih pra-Kristen yang diantaranya diyakini sebagai orang-orang Viking
dari Skandinavia yang mengembara jauh ke timur. Orang Arab ketika itu menyebut
bangsa kulit putih berambut pirang ras Jermania dari wilayah utara sebagai
orang-orang Russiyah atau Rus. Fakta ini menimbulkan
kontroversi mengenai keterlibatan orang-orang Viking dalam pembentukan Rusia.
Kitab yang berisi catatan
perjalanannya sekaligus laporan untuk Khalifah al-Muqtadir telah membantu para
ahli sejarah memahami kondisi masyarakat proto-Rusia saat itu. Ahli sejarah
Rusia dari Universitas Minessota, Thomas S Noonan, mengakui bahwa Ibnu Fadlan adalah sumber sejarah unik
karena dia menyaksikan sendiri adat istiadat bangsa Rus dan menceritakan
segalanya secara detail.
“Dia menceritakan
bagaimana Karavan bepergian. Dia juga menulis flora dan fauna sepanjang
perjalanan. Dia menunjukkan pada kita bagaimana perdagangan berlangsung. Tidak
ada sumber seperti itu,” tulis Noonan.
Mata uang dirham (perak)
dicari oleh orang-orang Viking sampai perlu mengembara jauh ke timur untuk
berdagang dengan bangsa Arab. Bangsa Rus biasanya menjual berbagai macam kulit
binatang, ternak, kulit pohon birch, biji pohon ek, lilin, baju
besi, dan pedang. Di banyak situs-situs peninggalan Viking di Skandinavia,
terutama Swedia, ditemukan ribuah koin dirham dinasti Abbsiyah yang dicetak di
Baghdad, Kairo, Damaskus, Isfahan, dan Tashkent. Menurut Noonan koin
dirham itulah yang telah menyokong era Viking, masa keemasan mereka dalam
menguasai pantai-pantai Eropa Utara selama abad ke-8 sampai abad 11 M. Beberapa
bahasa Arab juga diserap ke dalam bahasa Skandinavia seperti kaffe, arsenal, kattun, alkove, sofa,
dan kalvatre(aspal pelapis kapal).
Ibnu Fadlan mencatat bahwa perempuan
Rus memakai cakram dari emas atau perak di dadanya yang dikalungkan dengan tali
di leher sebagai penanda kekayaan. Bila suaminya punya 10 ribu dirham, sang
istri akan memakai satu cakram. Jika kekayaan suaminya mencapai 20 ribu dirham,
istri memakai 2 cakram, dan seterusnya berlaku kelipatan.
Laki-laki Rus biasanya
memiliki budak perempuan yang selalu menemani dan melayani ke mana pun dia
pergi. Ia mendeskripsikan Rus sebagai bangsa yang memiliki fisik paling
sempurna. Ibnu Fadlan menulis,
“Saya tidak pernah melihat fisik yang lebih sempurna daripada mereka, mereka
tinggi seperti pohon palm, warna kulit cerah dan kemerahan. Mereka memakai
jubah yang menutupi separuh badan dan satu tangan tidak tertutupi kain. Setiap
laki-laki membawa kapak, pedang dan belati. Pedang mereka bergaya Franka yang
bilahnya besar dan bergerigi.”
Namun dibalik itu Ibnu Fadlan juga menyebut bangsa Rus
sebagai bangsa yang jorok. “Mereka adalah yang terjorok di antara semua
makhluk. Mereka tidak bersuci setelah buang air kecil dan tidak cuci tangan
setelah makan.” Ibnu Fadlan juga
menulis “Mereka sangat vulgar dan terbelakang (untuk urusan kebersihan).” Ia
mencontohkan, mereka menggunakan baskom untuk mencuci tangan, padahal mereka
juga memakai baskom tersebut untuk berkumur, meludah, membersihkan hidung bahkan
membuang ingus. Kemudian mereka bergantian dengan teman mereka untuk memakai
baskom tanpa mengganti airnya dan menambah kotor baskom tersebut.
Ibnu Fadlan juga menceritakan mengenai
budak perempuan dan keterikatannya dengan tuannya. Ia menjelaskan secara rinci
bagaimana pemakaman salah satu kepala suku mereka yang melibatkan pengorbanan
manusia dan kremasi. Budak perempuannya akan mengajukan diri untuk menemani
tuannya ke Valhalla (Surga). Ibnu Fadlan mengakhiri percakapannya
dengan pria Rus setelah mereka mengejek, “Orang Arab benar-benar bodoh. Kalian
mengubur orang yang kalian cintai dan hormati agar dimakan rayap dan cacing di
dalam tanah. Sedangkan kami membakar mereka yang mati dengan api sehingga bisa
cepat masuk ke Surga.”
Keakuratan catatan Ibnu Fadlan dimanfaatkan oleh Michael Crichton untuk menyusun novelEaters
of the Dead tahun 1976. Novel ini kemudian dijadikan film oleh
Hollywood dengan judul“13th Warrior” yang
menceritakan kisah Ibnu Fadlan bepergian
ke wilayah Nordik bersama 12 pendekar Viking untuk menumpas kaum kanibal. Tentu
saja novel tersebut fiksi belaka karenaIbnu Fadlan tidak pernah pergi ke
Skandinavia.
Hak Cipta @ Republika, 18
Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar