Perkenalkan
saya Hertasning Ichlas orang biasa yang ketepatan berada di Irak di saat perang
pemberontakan baru saja berkecamuk di negeri itu.
Saya
baru saja pulang dari Irak pada hari Sabtu lalu 21 Juni 2014. Salah satu yang
saya lakukan di sana menulis reportase kasus pendudukan Daulah Islamiyyah Fil
Irak wa Sham (DAIS) atau bahasa Inggrisnya Islamic State of Irak and Levant
(ISIL) di Irak untuk Majalah Geo Times di Indonesia.
Saya
mengamati pemberitaan Kompas, MetroTV dan media nasional lainnya soal Irak
serta penggunaan diksi "milisi Sunnah" "pejuang Sunni"
bahkan "Mujahidin Sunni" dalam pemberitaan untuk memberi atribusi
kepada pemberontak bersenjata DAIS/ISIL di Irak.
Terus
terang saya prihatin dan kecewa terhadap cara media nasional umumnya dalam
melihat masalah di Irak dan kebijakan memilih diksi seperti "milisi
Sunnah" "pejuang Sunni" atau bahkan "Mujahidin Sunni".
Menurut
saya hal itu bisa membangkitkan kesalahpahaman yang serius seolah-olah masalah
di Irak adalah pertempuran Sunni melawan Syiah. Sunni dan Syiah sama-sama
dirugikan oleh cara pemberitaan yang tidak bertanggung jawab seperti itu.
Masalah
di Irak bukan perang mazhab antara Sunni dan Syiah. Masalah di Irak persis
seperti Suriah. Ada pemberontak bersenjata dengan rekrutmen bersifat
transnasional berpaham takfiri yang cenderung hitam putih dalam beragama dan
suka mengkafirkan dan menghabisi siapa saja yang berbeda dengan mereka baik
Sunni atau Syiah serta Kristen demi membentuk utopia politik mereka Daulah
Islamiyyah di Irak dan Shams (Suriah dan sekitarnya).
Sponsor
senjata dan logistik di belakang DAIS/ISIL awalnya Arab Saudi, Qatar, Yordan,
Israel dan AS dengan kepentingannya masing-masing. Meskipun pada perjalanannya
AS dan Qatar berusaha menarik diri karena merasa tak bisa mengontrol sepak
terjang DAIS atau ISIL ini.
Kenyataannya
Sunni dan Syiah sama-sama dibantai di Suriah dan Irak oleh pemberontak bernama
DAIS atau ISIL ini. Ulama Sunni tak sedikit yang dibunuh hanya karena
menyerukan persatuan dan menolak untuk mengikuti logika pemberontak bersenjata
ini. Warga Sunni di Irak seperti juga warga Syiah sama-sama jadi korban
kebengisan DAIS tak terbantahkan.
Situs-situs
yang dihormati Sunni maupun Syiah utamana seperti Syekh Abdul Qodir Jaelani
mereka rusak. Suku Kurdi di Irak pun menjadi korban kebengisan DAIS.
Saya
melihat sikap media nasional yang merasa masalah di Irak adalah masalah mazhab
dan agama sungguh tidak cermat, berbahaya dan kekurangan pendalaman empiris dan
konteks. Ada konsekeunsi yang sangat fatal jika media mengunyah begitu saja
liputan kantor berita asing yang punya bias dan misi propagandanya
masing-masing.
Benar
saja Nouri Maliki memang punya banyak kritik dan protes dari pihak Sunni di
Irak. Tapi hal itu tak unik hanya Sunni dan bukan soal sentimen Mazhab karena
sebagian besar ulama Syiah di Irak bahkan Marja besar di Irak Sayyid Ali
Sistani juga menyimpan kritik terhadap Nouri Maliki. Tapi soal-soal tersebut
adalah masalah politik dalam negeri Irak yang punya kepentingan-kepentingan
pragmatisnya.
Media
nasional kita harus punya kecermatan dan lebih bekerja keras mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi di Irak sehingga dapat sampai pada fakta bahwa semenjak
DAIS atau ISIL masuk Irak, menduduki Anbar, Samarra dan terutama Mosul, Nouri
Maliki kontan mendapat dukungan penuh rakyat dan kekuatan sosial politik Sunni,
Syiah, Kurdi dan Kristen di Irak atas nama kedaulatan Irak. Berduyun-duyun
warga mendaftarkan diri menjadi sukarelawan perang untuk mengusir DAIS/ISIL.
Tercatat saat saya hendak meninggalkan Irak, lebih dari 2 juta sukarelawan
sudah terdaftar dan sebagiannya sudah diberangkat ke lokasi.
DAIS
atau ISIL adalah gerakan pemberontak bersenjata. Mereka membawa kehancuran
kemanusiaan dan pecah-belah dalam agendanya. Propaganda mereka menyebar dalam
situs-situs termasuk di Indonesia. Tolong jangan menganggap mereka sebagai
milisi Sunnah atau pejuang Sunni karena itu sangat manipulatif dan bisa
meresahkan umat di Indonesia.
Sunnah
dan Syiah secara serius sedang dipecah-belah dan itu secara instan diperburuk
oleh pemberitaan media yang tidak bertanggung jawab. Demikian, terima kasih.
Salam,
Hertasning Ichlas (Koordinator YLBHU)
Hertasning Ichlas (Koordinator YLBHU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar