Label

Tafsir Ayat Wilayah


"Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55). Seluruh Ahlulbait dan ulama tafsir dan hadis dari Syi'ah, dan juga banyak mufasir Sunni, bahkan kesemuanya, sepakat bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin As, Ali bin Abi Thalib As, yaitu ketika ia bersedekah dengan cincinnya kepada seorang miskin, sewaktu ia mengerjakan shalat (sedang ruku') di Masjid Rasulullah Saw. Bahkan, hal ini diterima secara bulat di kalangan sahabat Nabi Saw, tabiin, dan para penyair terdahulu yang mengabadikan peristiwa ini dalam syair-syair mereka. Disini akan disebutkan kepada Anda sebagian ulama Sunni yang menuliskan peristiwa ini.

As-Suyuthi menyebutkan dalam ad-Durrul Mantsûr1, al-Khathib meriwayatkan dari Ibn 'Abbas, ia berkata, Ali bersedekah dengan cincinnya, sedangkan ia dalam keadaan ruku'. Kemudian Nabi Saw bertanya (kepada orang miskin yang meminta-minta tersebut), "Siapakah yang memberimu cincin ini?" Ia menjawab, 'Ia orang yang sedang ruku' ini ('Ali).' Kemudian, Allah menurunkan ayat-Nya, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Ath-Thabrani menukil peristiwa dalam al-Ausath, dan Ibnu Mardawaih dari 'Ammar bin Yasir, ia berkata, "Ada seorang yang meminta-minta (pengemis) berdiri di dekat 'Ali, sedangkan ia (Imam 'Ali As) saat itu masih mengerjakan shalat sunnah, maka ia melepaskan cincin dari tangannya seraya memberikannya kepada pengemis itu. Lalu pengemis itu mendatangi Rasulullah Saw dan mengabarkan hal tersebut kepadanya. Kemudian, turunlah kepada Nabi Saw ayat ini, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55) Kemudian ia membacakan ayat tersebut kepada para sahabatnya, lalu bersabda, "Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya (pemimpinnya), maka 'Ali adalah maulanya. Allâhumma, tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhilah orang yang memusuhinya."

'Abdur Razzaq, 'Abd bin Humaid, Ibn Jarir, Abusy Syaikh, dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari Ibn 'Abbas tentang firman Allah Swt, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55) bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib.

Ibn Abi Hatim, Abusy Syaikh, dan Ibn 'Asakir dari Salamah bin Kuhail, ia berkata, 'Ali bersedekah ketika ia sedang ruku', maka turunlah ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Ibn Jarir meriwayatkan dari as-Sudi dan 'Utbah bin Hakim seperti yang disebutkan pada riwayat yang di atas. Abusy Syaikh dan Ibn Mardawaih meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib, ia berkata, "Ayat ini turun kepada Rasulullah Saw ketika beliau berada di rumahnya, yaitu "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian, ia keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, ada orang-orang yang sedang mengerjakan shalat (sunnah), di antara mereka ada yang ruku' dan ada pula yang sujud. Tiba-tiba ia melihat seorang pengemis, lalu ia bertanya kepada pengemis itu, "Wahai pengemis, apakah ada seseorang yang memberimu sesuatu?' Ia menjawab, 'Tidak, kecuali orang yang sedang ruku' itu, seraya menunjuk kepada 'Ali bin Abi Thalib, ia memberikan cincinnya kepadaku."

Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur al-Kalbi dari Abu Shalih, dari Ibn 'Abbas, ia berkata, "Pernah pada suatu waktu Zuhur 'Abdullah bin Salam bersama rombongan dari Ahli Kitab menghadap Nabi Saw. Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, rumah-rumah kami sungguh menyedihkan, kami tidak mendapatkan orang yang mau duduk bersama kami dan tidak ada seorang pun yang mau bergaul bersama kami, kecuali masjid ini. Sesungguhnya kaum kami setelah mereka tahu bahwa kami telah membenarkan Allah dan Rasul-Nya, dan kami telah meninggalkan agama mereka, lalu mereka menampakkan permusuhan (terhadap kami). Bahkan, mereka bersumpah tidak akan berhubungan lagi dengan kami dan tidak akan makan bersama kami. Maka, hal itu sungguh memberatkan kami. Ketika mereka sedang mengeluhkan penderitaan mereka itu kepada Rasulullah Saw, tiba-tiba turunlah ayat ini kepada Rasulullah Saw, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian azan shalat Zuhur dikumandangkan, dan Rasulullah Saw keluar menuju masjid. Tiba-tiba Rasulullah Saw melihat seorang pengemis, kemudian beliau bertanya kepada pengemis itu, "Apakah ada seseorang yang memberimu sesuatu?" Pengemis itu menjawab, "Ya." Ia bertanya, 'Siapakah orang itu?' Pengemis itu menjawab, 'Itu orang laki-Iaki yang sedang berdiri.' Nabi Saw bertanya lagi, "Dalam keadaan apa ia memberimu?" Pengemis itu menjawab, "Ia (memberiku) dalam keadaan ruku'." Ibn 'Abbas berkata, "Orang yang dimaksud itu adalah 'Ali bin Abl Thalib." Kemudian, Rasulullah Saw bertakbir saat itu, lalu beliau membacakan ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Al-Kanji meriwayatkan dari Asy-Syafi'i di dalam Kifâyatuth Thâlib2 dari Anas bin Malik bahwasanya ada seorang pengemis di dalam masjid, pengemis itu berkata, "Siapakah yang mau memberi pinjaman yang penuh lagi sempurna (menafkahkan hartanya di jalan Allah)? Ketika itu 'Ali As sedang ruku', kemudian ia mengulurkan tangannya kepada pengemis itu, yakni, "Cabutlah cincin ini dari tanganku!" Lalu Rasulullah Saw bersabda, "Wahai 'Umar, pastilah baginya." Umar berkata, "Demi ayahku, engkau, dan ibuku wahai Rasulullah, pasti apakah itu?" Ia bersabda, "Pasti baginya surga. Demi Allah, ketika ia mencabut cincin itu dari tangannya, maka Allah pun mencabut darinya segala dosa dan kesalahan."

Anas bin Malik berkata, sebelum satu orang pun keluar dari masjid, Jibril As turun sambil membawa firman Allah 'Azza wa Jalla, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Kemudian, Hassan bin Tsabit melantunkan syairnya (yang digubahnya saat itu juga secara spontan):

Wahai Abal Hasan, jiwaku dan jantungku menjadi tebusanmu
Dan setiap yang lambat dalam petunjuk dan yang bersegera mendapatkannya.
Apakah pujian terhadapmu akan hilang begitu saja?
Dan pujian tentang Dzat Tuhan tidaklah akan pernah sirna,
Engkaulah yang memberi (sedekah) dalam keadaan ruku'
Maka, jiwa-jiwa kaum menjadi tebusanmu wahai sebaik baik yang ruku'
Allah telah menurunkan tentang engkau ayat wilayah
Dia mengukuhkannya dalam syariat yang terang benderang.

Dan juga termasuk yang meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As adalah Fakhrurrazi dalam Tafsir-nya.3 Ia meriwayatkan dari 'Atha' dari Ibn 'Abbas bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As. Diriwayatkan ketika ayat tersebut turun, 'Abdullah bin Salam berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat 'Ali bersedekah dengan cincinnya kepada seseorang yang membutuhkan, sedangkan ia dalam keadaan ruku' maka kami menjadikan 'Ali sebagai wali (pemimpin) kami."

Ia juga berkata, diriwayatkan dari Abu Dzarr Ra bahwa ia berkata, "Pada suatu hari, aku mengerjakan shalat Zuhur bersama Rasulullah Saw. Kemudian ada seorang pengemis yang meminta-minta di dalam masjid, tetapi tidak ada seorang pun yang memberinya. Lalu, pengemis itu mengangkat tangannya ke langit seraya berkata, "Wahai Allah, saksikanlah! Sesungguhnya aku telah meminta-minta di Masjid Rasulullah Saw, tetapi tidak ada seorang pun yang memberiku sesuatu." Sedangkan 'Ali As saat itu sedang ruku', kemudian ia memberi isyarat kepada pengemis itu dengan jari kelingking tangan kanannya yang terdapat cincin padanya. Lalu pengemis itu menghampirinya seraya mengambil cincin itu di depan Nabi Saw. Kemudian, ia berdoa, 'Ya Allah, sesungguhnya saudaraku, Musa memohon kepadamu, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku." Hingga pada firman-Nya, "Dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku." (Qs. Thaha [20]:25-32) Kemudian Engkau menurunkan wahyu-Mu, "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar…" (Qs. al-Qashash [28]:35)

Ya Allah, dan aku, Muhammad, adalah nabi-Mu dan pilihan-Mu, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku, dan jadikanlah untukku seorang wazir (pembantu) dari keluargaku, yaitu 'Ali, teguhkanlah dengan ia kekuatanku." Abu Dzar Ra berkata, demi Allah, belum sempat Rasulullah Saw menyelesaikan doanya, Jibril As turun seraya berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)

Asy-Syiblanji meriwayatkan hadis ini dari Abu Dzar Ra dalam Nurul Abshâr4 dan al-Wahidi dalam Asbâbun Nuzûl 5 adalah juga yang termasuk meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thiilib As." Az-Zamakhsyari juga menegaskan hal itu dalam tafsimya al-Kasysyâf, ia berkata, setelah menyebutkan ayat tersebut, ayat ini diturunkan berkenaan dengan 'Ali Karramallâhu wajhah. Yaitu, ketika ada seorang pengemis meminta kepadanya, sedangkan ia ketika itu masih ruku' dalam shalatnya, kemudian ia melemparkan cincinnya (memberikannya kepada pengemis itu) seolah-olah cincin itu adalah sesuatu yang tidak berharga."6

Di antaranya juga yang meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As adalah Ibn Hajar al-'Asqalani dalam buku aI-Kâfi asy-Syâf fi Takhriji Ahâditsisl Kasysyâf, ia berkata, "Hadis ini telah diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari jalur Salamah bin Kuhail, ia berkata, "Ali bersedekah dengan cincinnya dalam keadaan ia ruku', maka turunlah ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) sementara mereka sedang melakukan ruku'." (Qs. al-Maidah [5]:55)7

Ibn Mardawaih juga meriwayatkan dari Suf'yan atsTsauri, dari Ibn Sinan, dari adh-Dhahhak, dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Pernah 'Ali As sedang mengerjakan shalat (sunnah), lalu ada seorang pengemis yang melewatinya, sedangkan ia dalam keadaan ruku', maka ia memberikan cincinnya kepada pengemis itu, lalu turunlah ayat tersebut (Qs. al-Ma'idah [5]: 55)."

Juga yang termasuk meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan 'Ali As adalah Abu Bakar Ahmad bin 'Ali ar-Razi al-Hanafi dalam Ahkâmul Qur'ân,8 ia meriwayatkan beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali As, yang bersumber dari Mujahid, as-Suda, Abu Ja'far, 'Utbah bin Abi Hakim, dan lain-lainnya.

Al-Qurthubi al-Andalusi dalam bukunya al-Jâmi' li Ahkâmil Qur'ân juga menyebutkan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali bin Abi Thalib As. Ia meriwayatkan dari Imam Abu Ja'far Muhammad al-Baqir As bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Maulana Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As dari Mujahid dan as-Suda. Ia berkata pada akhir pembicaraannya, "Yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah), menunjukkan bahwa sedekah sunnah juga disebut zakat karena sesungguhnya 'Ali As bersedekah dengan cincinnya dalam keadaan ruku'."

Rasyid Ridha menyebutkan dalam tafsirnya al-Manâr, "Diriwayatkan dari beberapa jalur bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali Al-Murtadha karramallahu wajhah, yaitu ketika datang seorang pengemis yang melewatinya, sedangkan ia berada dalam masjid, maka ia memberikan cincinnya kepada pengemis itu."9

Syihabuddin al-Alusi menyebutkan dalam bukunya Ruhul Ma'âni10 meriwayatkan turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Maulana Amirul Mukminin dengan beberapa jalur, yang sebagiannya bersumber dari Ibnu 'Abbas dan sebagian lain dari 'Abdullah bin Salam.

Muhibbuddin ath-Thabari juga menyebutkan hal itu dalam bukunya Dzakhâ'ir al- 'Uqbâ11 Sibth bin al-Jauzi juga menyebutkan hal itu dalam at-Tadzkirah.12

Fakhruddin ar-Razi juga menyebutkan hal itu dalam tafsirnya Mafâtîhul Ghaib. Ia berkata, dari beberapa ulama diriwayatkan, bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa imam sesudah Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib As."13

Pengarang buku Ghayatul Maram menyebutkan hadis-hadis yang diriwayatkan tentang turunnya ayat tersebut berkenaan dengan Amirul Mukminin. Dalam buku tersebut, pada halaman 103, ia menyebutkan dua puluh empat hadis dari jalur Ahlus Sunnah, dan pada halaman 107 pada buku yang sama, ia menyebutkan sembilan belas hadis dari jalur Syi'ah.

Al-'Allamah al-Amini dalam bukunya al-Ghadir, halaman 156, menyebutkan nama enam puluh enam ulama besar Ahlus Sunnah yang meriwayatkan hadis tersebut dan mereka semuanya mengakui bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali As.

Aku katakan, ini yang dapat kami sebutkan tentang riwayat Ahlus Sunnah tentang turunnya ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah), seraya mereka rukuk." (Qs. Al Maidah [5]: 55) berkenaan dengan Imam 'Ali bin Abi Thalib As.

Adapun mazhab Syi'ah Imamiah semuanya bersepakat dalam kitab-kitab hadis, tafsir, dan ilmu kalam bahwa ayat yang mulia tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin 'Ali bin Abi Thalib As.

Oleh karena itu, tidak ada yang meragukan tentang hal itu, kecuali nâshibî (pembenci Ahlulbait).

Dengan demikian, ayat tersebut, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah), seraya mereka rukuk." (Qs. Al Maidah [5]: 55) secara jelas menunjukkan bahwa imam dan khalifah sesudah Rasulullah Saw adalah 'Ali bin Abi Thalib As. Sebab, Allah Swt telah menghubungkan kepemimpinannya dengan kepemimpinan-Nya dan kepemimpinan Rasul-Nya.

Kata "innamâ" (sesungguhnya) menurut kesepakatan ahli bahasa Arab adalah menunjukkan pada pembatasan (inhishar dan eksklusif). Oleh karena itu, al-wilâyah (kepemimpinan), sesuai redaksi ayat tersebut, terbatas pada mereka (Allah, Rasul-Nya, dan 'Ali bin Abi Thalib).

Yang dimaksud dengan "wali" dalam ayat tersebut adalah dalam hal penguasaan urusan, dan hanyalah seorang khalifah dan imam yang paling layak dalam hal penguasaan urusan (pemerintahan). Inilah makna yang masyhur di kalangan ahli bahasa Arab dan syariat. Sebagaimana dikatakan, "Penguasa adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali." Juga sebagaimana dikatakan, "Wali darah, wali mayat, dan wali rakyat."

Sebagaimana juga diriwayatkan dalam hadis Nabi Saw, "Siapa saja seorang wanita yang menikahkan dirinya tanpa seizin walinya, maka nikahnya batal." Yang dimaksud dengan "wali" dalam hal ini dan yang semisalnya adalah dalam hal penguasaan urusan.

"Wali" meskipun dalam bahasa Arab dapat juga berarti penolong dan pencinta, tetapi keduanya tidak dapat diterapkan dalam pengertian ayat tersebut (Qs al-Ma'idah [5]: 55). Sebab, keduanya umum, tidak terbatas, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah Swt "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong (wali) bagi sebagian yang lain." (Qs. at-Taubah [9]: 71).

Apabila dikatakan, mengapa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman (dalam QS al-Ma'idah [5]: 55) hanyalah Amirul Mukminin 'Ali bin Abl Thalib As, padahal redaksi dalam ayat tersebut adalah untuk umum? Maka, jawabannya adalah sebagai berikut:

Pertama, banyak diriwayatkan dalam perkataan orang-orang Arab penggunaan kata jamak (plural), tetapi yang dimaksud adalah satu, demikian pula sebaliknya, sesuai dengan konteks pembicaraan. Hal itu banyak sekali terjadi di kalangan mereka.

Dalam al-Quran juga terdapat hal yang serupa, misalnya firman Allah Swt, "(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul-Nya) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk merryerang kamu. Oleh karena itu, takutlah kepada mereka." (Qs. Ali Imran[3]: 173) padahal yang dimaksud dengan "orang-orang" dalam ayat itu adalah Na'im bin Mas'ud seorang, sesuai kesepakatan para mufasir dan ahli hadis.

Kedua, sesungguhnya Allah Swt menyifatkan "orang-orang yang beriman" dalam ayat yang mulia tersebut (Surat al-Maidah). dengan sifat yang tidak mencakup seluruh kaum Mukmin, yaitu, "yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat (sedekah) seraya mereka rukuk." (Qs. al Maidah [5]: 55)

Ketiga, sesungguhnya ahli bahasa Arab biasa menggunakan kata bentuk jamak untuk menunjuk kepada seorang sebagai ungkapan penghormatan dan pengagungan, sebagaimana disebutkan oleh ath-Thabrasi dalam tafsimya, Majma'ul Bayân, ketika menafsirkan ayat yang mulia tersebut. Ia (Ath- Thabrasi) berkata, "Sesungguhnya penggunaan kata jamak terhadap Amirul Mukminin 'Ali As adalah untuk memuliakan dan mengagungkannya. Sebab, ahli bahasa Arab biasa mengungkapkan seorang dengan bentuk jamak untuk mengagungkan orang itu. Hal ini sangat terkenal dan biasa berlaku di kalangan mereka.

Keempat, mengharuskan orang yang menghendaki jamak, dalam ayat tersebut, untuk menyatukan antara wali dan yang memperwalikan, ini tentu tidak mungkin karena harus dipisahkan antara wali dan yang memperwalikan. Az-Zamakhsyari berkata dalam tafsimya, Al-Kasysyâf, setelah mengakui bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin, "Bagaimana dapat dibenarkan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk 'Ali As sedangkan kata yang dipergunakan dalam ayat itu jamak?" Aku (az-Zamakhsyari) menjawab, "Sengaja digunakan kata jamak, walaupun sebab diturunkannya ayat itu untuk seseorang, yaitu agar mendorong orang-orang melakukan hal serupa yang dilakukan oleh 'Ali bin Abi Thalib As sehingga mereka dapat memperoleh pahala sebagaimana yang diperolehnya.

Juga untuk mengingatkan mereka bahwa watak orang-orang Mukmin haruslah seperti itu, yaitu senantiasa berbuat kebajikan dan kebaikan, serta memperhatikan kaum fakir sehingga dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka itu tidaklah boleh ditunda, walaupun mereka sedang mengerjakan shalat, mereka tidak boleh menundanya hingga selesai mengerjakan shalat."

Dan jika dikatakan bahwa Amirul Mukminin 'Ali As apabila mengerjakan shalat, ia menghadap Tuhannya dengan sepenuh hatinya sehingga ia tidak merasakan sesuatu di luar shalat, maka bagaimana mungkin ia merasakan ucapan seorang pengemis dan memahaminya?

Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah: sesungguhnya memahami ucapan seorang pengemis tidak bertentangan dengan kekhusyukan orang yang sangat khusyuk dalam shalatnya karena ia merupakan ibadah dalam ibadah.

Dalam Asbâbun Nuzul, dari al-Wahidi disebutkan, "Dan barang siapa mengambil Allah dan Rasul-Nya menjadi walinya", yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya, "dan orang-orang yang beriman", yaitu 'Ali, "maka sesungguhnya pengikut Allah", yaitu syi'ah (pengikut) Allah, Rasul-Nya, dan wali-Nya, "itulah yang pasti menang", yaitu merekalah yang pasti menang.

Disebutkan dalam al-Kâfi, dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, "Ketika turun ayat, "Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya…" (Qs. Al Maidah[5]: 55-56) berkumpullah beberapa orang sahabat Rasulullah Saw dalam Masjid Madinah. Sebagian mereka bertanya kepada sebagian mereka, "Bagaimana menurutmu tentang ayat (QS al-Maidah [5]: 55-56) itu?" Sebagian mereka menjawab, "Jika kita mengingkari ayat ini, berarti kita mengingkari seluruh ayat (al-Quran) yang lain. Akan tetapi, jika kita mengimani ayat ini, maka ini merupakan kehinaan ketika 'Ali bin Abi Thalib berkuasa terhadap kita."

Lalu mereka berkata, "Kita telah mengetahui bahwa Muhammad lebih lembut ucapannya, tetapi kita menjadikannya sebagai wali (pemimpin) kita dan kita tidak menaati 'Ali dalam hal yang diperintahkannya kepada kita."

Kemudian, turunlah firman Allah Swt, "Mereka mengetahui nikmat Allah. Kemudian mereka mengingkarinya, yaitu dengan wilayah Muhammad Saw, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir." (Qs. An Nahl[16]: 83) yakni dengan wilayah 'Ali."

Disebutkan dalam 'Âmali ash-Shaduq, "'Umar bin Khathab berkata, "Sungguh, aku telah bersedekah dengan empat puluh cincin, sedangkan aku dalam keadaan ruku', yaitu agar diturunkan untukku ayat sebagaimana diturunkan untuk 'Ali bin Abi Thalib, tetapi ternyata tidak turun ayat tersebut."

Aku katakan, jika engkau telah mengetahui dalil-dalil yang telah kami paparkan untukmu, baik dari Ahlus Sunnah maupun Syi'ah, maka kami katakan, tidak boleh mendahulukan orang lain daripada 'Ali sebagaimana tidak boleh mendahulukan seorang pun daripada Nabi Saw. Sebab, Allah Swt. telah menjadikan Muhammad dan 'Ali bersama-Nya dalam al-wilâyah (kepemimpinan). Adapun orang-orang yang menentang kami, walaupun mereka telah mengetahui dan mengakui bahwa ayat tersebut (Qs. al-Maidah [5]: 55) diturunkan berkenaan dengan 'Ali, tetapi mereka menyimpangkan maknanya agar sejalan dengan mazhab mereka dan menuruti hawa nafsu mereka.[]

Dikutip dari kitab Limadza Akhtartu Madzhab asy-Syiah Madzhaba Ahlilbait As. Karya: Syaikh Muhammad Mar'i al-Amin al-Anthaki
__________________________________
1. Lihat, ad-Durrul Mantsur, jil. 2 hal. 293, asy-Suyuthi menyebutkan beberapa riwayat yang menerangkan bahwa ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan 'Ali Ra, dan semua riwayal ini bersumber dari Ibn Abbas, Salamah bin Kuhail. 'Ammar dan lain-lainnya.
2. Lihat, Kifâyatuth Thâlib, hal. 106.
3. Fakhrurrazi, Tafsir al-Kabir, jil. 3, hal. 417.
4. Lihat, asy-Syiblanji, Nurul Abshâr, hal. 105.
5. Lihat, al-Wahidi, Asbâbun Nuzûl, jil. 1, hal. 148.
6. Lihat, Az-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, jil. 1, hal. 422.
7. Lihat, Ibn Hajar al-'Asqalani, al-Kâfi asy-Syâf fi Takhriji Ahâditsisl Kasysyâf, hal. 56.
8. Lihat, Abu Bakar Ahmad bin 'Ali ar-Razi al-Hanafi, Ahkâmul Qur'ân, jil. 2, hal. 543.
9. Lihat, Rasyid Ridha, al-Manâr, jil. 6, hal. 442.
10. Lihat, Syihabuddin al-Alusi, Ruhul Ma'âni, jil. 6, hal. 149.
11. Lihat, Muhibbuddin ath-Thabari, Dzakhâ'ir al-'Uqbâ hal. 88
12. Lihat, Sibth bin al-Jauzi, at-Tadzkirah, hal. 18
13. Lihat, Fakruddin ar-Razi, Mafâtîhul Ghaib Jil. 3, hal. 417

Tidak ada komentar:

Posting Komentar