Label

Simpul-Simpul Penting Diskusi 32 Tahun Revolusi Islam Iran


Oleh Hendrajit Idem on Friday, February 18, 2011 at 4:28pm

Revolusi Islam Iran yang berlangsung 1979 merupakan sebuah peristiwa yang monumental bukan saja bagi bangsa Iran, bahkan bagi sejarah dunia modern, karena tradisi absolutisme politik dalam sistem pemerintahan monarki dapat diganti dengan sistem pemerintahan Ulama bercampur dengan sistem demokrasi modern.

Semangat revolusi Islam Iran, Kamis (17/2) mendapat apresiasi luar biasa dari  berbagai kalangan masyarakat melalui kajian Hubungan Internasional bertajuk “32 Tahun Revolusi Iran dan Hikmahnya bagi Indonesia dan Negara-negara Berkembang.”

Kajian yang dipelopori Global Future Institute (GFI) bekerjasama dengan IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bayt Indonesia) berlangsung di Wisma Daria 7, Jakarta ini menghadirkan narasumber Pakar Komunikasi Internasional DR. Jalaluddin Rahmat, M Arief Pranoto (Pemerhati Masalah Internasional), Hendrajit (Direktur Eksekutif GFI) dan Jokosaw Koentono (Pemerhati Sosial Budaya).

Dr. Jalauddin Rahmat, dalam paparannya menyebutkan, teori revolusi selalu dirumuskan pasca revolusi. “Ciri revolusi adalah mengejutkan karena selalu tidak pernah bisa diramalkan sebelumnya,” begitu tutur Kang Jalal, demikian dirinya kerap disapa.

Selain itu, Kang Jalal menjelaskan Islam merupakan ideologi berbasiskan agama yang dimodifikasi menjadi ideologi yang dikemas sedemikian rupa.  Suksesnya revolusi di Iran, menurut Kang Jalal tidak terlepas dari sosok Imam Khomeini yang memiliki ideologi yang jelas bagi bangsa Iran. “Sebuah revolusi dibangun sesuai dengan budaya setempat,” kata kang Jalal.

Arief Pranoto dalam paparannya, lebih menyorot pada bahaya dari kapitalisme dan perlunya sebuah skema baru untuk menggebuk skema kapitalisme global. Menurutnya, kapitalis sebagai ideologi mempunyai ciri dan watak yang khas, yaitu akumulasi modal. Sehingga, kata Arief, inti dari pola dan metode operasional ideologi kapitalis cenderung mencari bahan baku semurah-murahnya diberbagai belahan dunia serta mencari, mengurai dan menciptakan pasar seluas-luasnya dengan berbagai cara.

“Namun saat ini perubahan pola dan metode gerakan kapitalisme global begitu halus dan canggih. Sehingga lepas dari pengamatan sekeliling, bahkan terkadang kita sendiri terperangkap lalu menganggapnya sebagai budaya bahkan gaya hidup. Sungguh celaka,” katanya cemas.

Sedangkan Hendrajit dalam paparan menyebutkan,  revolusi yang terjadi pada tahun 1979 bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri dan a-historis. Revolusi itu mempunyai akar kesejaraha Iran membentang sejak di masa silam. Dan Iran yang berakar pada tradisi budaya Parsi yang sudah tumbuh berabad-abad silam, sejatinya bangsa itu yang kaya dan kompleks.

Hendrajit menambahkan, revolusi Iran memiliki pengaruh yang sangat luas dan bersifat global, karena untuk pertama kalinya di era modern, tokoh-tokoh agama (ulama) berhasil meruntuhkan sebuah rezim monarki modern, dan mengambil alih kekuasan dan mengakhiri tradisi  kerajaan sepanjang 2.500 tahun dan menggantinya dengan Republik Islam Iran.

Sementara itu, Jokosaw Koentono memaparkan bahwa Parsia lebih kaya akan imajinasi, kesenian dan puisi dengan warna-warna Keislaman.  Joko juga menyebutkan Iran memiliki keunggulan dibidang spritual, teknologi dan dunia perfilman.

Dalam paparan itu, Joko mengatakan negara seperti Korea, begitu pula China dan India menyadari benar bahwa globalisasi bukan saja sebuah ancaman tetapi sebagai sebuah peluang. Untuk itu menurutnya, masalah dalam negeri ditata lebih dulu sebaik-baiknya. “Pendidikan dan Industri menjadi titik perhatian utama pemerintah di sana, yang secara berkelanjutan terus ditingkatkan,” katanya.

Namun dalam menanggapi aspek ini, Hendrajit menggarisbawahi kekhawatirannya akan masa depan Iran. Sebab, salah satu aspek keberhasilan Revolusi Iran, tingginya apresiasi berbagai komponen strategis Iran terhadap pengaruh kekuatan esoterik dan spiritual. Sehingga para pemegang otoritas politik hingga otoritas keagamaan di Iran, tidak saja menguasai kemampuan analisis melainkan juga mampu melakukan analisis kedalaman (Insight).

“Justru saat Iran sekarang ini mampu membangkitkan dirinya sebagai negara bangsa yang kuat dan mandiri menghadapi hegemoni global, jadi pertanyaan apakah kemampuan Insight tersebut masih meluas dan menjangkau berbagai kalangan komponen strategis masyarakat Iran di luar lingkar pemegang otoritas keagamaan.

Terlepas dari apa yang terbahas dalam kajian ini, para pembicara maupun peserta seakan bersepakat bahwa Revolusi Islam Iran telah mengguncang dan merobohkan kemapanan penguasa monarki di kawasan, dan pola hubungan antara rezim negara dan gerakan keagamaan.  Sehingga mampu mengenyahkan munculnya keraguan akan masa depan Iran, dan juga masa depan seluruh masyarakat Iran.

Selain itu, berhasil mengakhiri tradisi kerajaan sepanjang 2.500 tahun dan menggantinya dengan Republik Islam Iran, revolusi yang dilakukan tidak hanya terbatas dalam bidang infrastruktur pemerintahan, melainkan juga memengaruhi nilai-nilai identitas nasional, sosial, politik, dan budaya.

Dalam pemaparan akhirnya Kang Jalal mengungkapkan keinginannya mengajak peserta yang berjumlah 55 orang itu untuk melanjutkan kegiatan kajian yang sifatnya lebih mendalam. “Perlu adanya kajian mendalam untuk menganalisis teori konspirasi,” katanya.

Pada akhirnya, Arief Pranoto seakan menjawab semangat dan hikmah dari 32 tahun revolusi Iran dengan mengemukakan beberapa hal untuk menghadapi skema kapitalisme global:(1) kuatnya independensi pemimpin bangsa,  (2)terciptanya dukungan mengakar masyarakat terhadap pemimpinnya, dan (3) ketahanan budaya suatu bangsa;

Dan yang tak kalah penting, lanjut Arief Pranoto, yang belakangan ini cukup produktif menelorkan beberapa artikel berkaitan dengan hegemoni global AS, lalu mengusulkan beberapa tahapan strategis untuk membendung kapitalisme global.

Hancurkan doeloe METHODE-nya. Lumpuhkan Man Power atau Tenaga Ahlinya.  Dan yang tak kalah penting, Hancurkan dan Ganti Total Mesinnya. (Penjelasan rincinya, ada dalam makalah yang akan segera dipublikasikan di web ini).

Agaknya, kajian yang berlangsung selama 3 jam lebih ini masih belum memuaskan para peserta. “Setidaknya apa yang kita diskusikan malam ini menjadi referensi untuk bangkit dan maju,” ujar Rusman, moderator sambil mengakhiri acara.  (GFI) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar