Penulis (dan penyair) terkemuka Lebanon, Kahlil (Khalil) Gibran berkata,
"Ali bin Abi Thalib syahid dengan keagungannya. Ia meninggal ketika
menunaikan shalat dan hatinya dipenuhi kecintaan kepada Tuhan." Bahkan di
akhir hayatnya pun Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib masih menyebarkan
kebenaran ajaran Islam. Dalam wasiat yang disampaikan kepada putranya Imam
Hasan, Imam Ali berkata,
"Putraku Hasan! Engkau dan seluruh
anakku serta seluruh yatim dan orang yang menerima pesan ini, aku memberikan
wasiat kepada kalian: Bertakwalah kepada Allah Swt
dan jangan melupakannya. Berusahalah mempertahankannya hingga kematian
menjemputmu. Kalian seluruhnya bersama-sama bersandar pada tali Allah.
Bersatulah dalam keimanan dan jangan bercerai-berai. RasulullahSaw bersabda,
'Mendamaikan sesama manusia lebih utama dari shalat dan puasa tanpa henti. Dan
sesuatu yang dikecam dan ditolak dalam agama adalah kerusakan dan
perpecahan,".
Terkait penafsiran dari wasiat Imam Ali ini, Ayatullah Makarim Shirazi
menulis, "Sejak awal wasiat ini, Imam Ali menegaskan keutamaan bertakwa
kepada Allah yang merupakan jalan keselamatan selamanya bagi manusia dalam
perjalanan menuju akhirat, dan ukuran bagi keutamaan manusia di sisi Allah Swt.
Kemudian, Imam Ali dalam wasiatnya menyinggung seluruh sistem keamanan sosial,
ekonomi, politik dan ibadah serta urusan yang berkaitan dengan keluarga serta
pendidikan dan pengajaran. Keabadian alam semesta ini ditentukan oleh sistem
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Setiap masyarakat yang tidak memilikinya,
maka akan hancur dan setiap manusia yang memilih jalan di luar yang ditetapkan
maka tidak akan sampai kepada tujuannya, meskipun memiliki potensi yang tinggi
dan fasilitas yang besar."
Berkaitan dengan wasiat Imam Ali bahwa mendamaikan sesama manusia lebih
tinggi dari shalat dan puasa, hal ini menunjukkan perhatian besar Islam
terhadap masalah kemanusiaan dan perdamaian. Islam sangat mengutamakan
persatuan dan membenci permusuhan. Terkait hal ini Rasulullah Saw
bersabda, "Tidak ada seorang pun, setelah
menjalankan kewajibannya, yang melakukan perbuatan lebih utama dari pada
mendamaikan sesama manusia".
Kelanjutan pesan Imam Ali ini mengenai masalah penting seperti masalah
sosial, ubudiyah serta akhlak, dan sebagiannya dimulai dengan penegasan kalimat
"Allah, Allah" yang menunjukkan betapa pentingnya masalah tersebut.
Imam Ali juga menegaskan perhatian terhadap yatim. Beliau bersabda, "Allah, Allah! Kalian harus
memperhatikan hak yatim, jangan sampai mereka kelaparan dan terhina di
hadapanmu."
Agama Islam sangat menekankan perhatian terhadap hak yatim dan
orang-orang yang tertindas dan membutuhkan pertolongan. Dalam kitab al-Kafi
disebutkan, "Suatu hari seseorang memberikan hadiah madu dan buah tin
kepada Imam Ali. Kemudian Amirul Mukminin memerintahkan anak-anak yatim hadir.
Lalu beliau menyuapkan madu itu dengan jarinya kepada anak yatim itu satu
persatu. Seseorang bertanya kepada Imam Ali, 'Mengapa bukan mereka sendiri yang
melakukannya?'. Imam Ali menjawab, "Ali adalah ayah anak-anak yatim. Aku
menyuapkan madu ini kepada mereka seperti halnya para ayah menyuapi
anak-anaknya."
Mengenai dengan hak tetangga, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, "Allah, Allah! Kalian harus berbuat
baik kepada para tetangga. Sebab Rasulullah memerintahkan kita untuk bersikap
baik terhadap mereka. Begitu pentingnya berbuat baik kepada tetangga, bahkan
Rasulullah bersabda [seolah] kita saling mewarisi dengan para tetangga,". Tetangga memiliki
penghormatan tinggi dalam Islam, sebab agama Islam memiliki perhatian terhadap
masalah sosial. Keluarga, kerabat, tetangga dan masyarakat, masing-masing
memiliki kedudukan khusus dalam agama samawi ini.
Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali berkata, "Allah, Allah. Kalian jangan
melupakan hukum al-Qur’an, dan jangan sampai orang lain lebih dahulu
menjalankannya dari pada kalian." Terkait wasiat ini, Ayatullah Makarim
Shirazi menulis, "Perkataan ini menegaskan bahwa kita
jangan sampai hanya cukup dengan membaca al-Qur’an disertai tajwidnya saja dan
melupakan isinya, sedangkan non-Muslim justru mengamalkan isinya. Misalnya
mengenai jual beli di pasar, al-Qur’an memerintahkan untuk jujur dan amanah,
tapi kalian melanggarnya. Mereka menuntut berbagai ilmu pengetahuan dan
terorganisir mengikuti sistem yang berlaku, tapi kalian tidak memperdulikannya
dan akan tertinggal,". Amat disayangkan berbagai masalah tersebut justru
menimpa umat Islam dewasa ini.
Mengenai shalat, Imam Ali dalam wasiatnya berkata, "Allah, Allah. Dirikanlah shalat, karena
shalat merupakan tiang agama."Shalat menjadikan manusia terhubungan dengan
Allah dan mengingat-Nya. Shalat juga menghidupkan spirit takwa. Oleh karena
itu, shalat menjauhkan manusia dari kerusakan dan kemunkaran. Itulah sebabnya shalat
disebut sebagai tiang agama. Sebaliknya meninggalkan shalat akan
"melupakan Tuhan", dan orang yang melupakan Tuhan cenderung mudah
untuk melakukan dosa dan kemaksiatan.
Di bagian lain wasiatnya, Imam Ali juga menyinggung mengenai haji.
Beliau berkata, "Allah, Allah! Mengenai Ka’bah, Baitullah,
jangan sampai kalian meninggalkanya dan kesempatan tidak akan diberikan lagi,
dan orang lain akan menggantikanmu." Masalah
ini bukan hanya memiliki dimensi ubudiyah semata tapi lebih luas dalam aspek
sosial dan politik.
Imam Ali dalam wasiat lainnya berkata, "Allah, Allah! Kalian jangan
mengabaikan jihad dengan harta, jiwa dan lisanmu di jalan Allah". Maksud jihad dengan
jiwa adalah maju ke medan perang demi membela Islam dan negara-negara Islam
dari serangan musuh. Sedangkan jihad dengan harta adalah memberikan bantuan
finansial untuk membantu pasukan Muslim, dan dalam konteks kekinian adalah
penggunaan media massa. Tapi perlu diperhatikan bahwa penyalahgunaan kata jihad
untuk menciptakan perpecahan di tengah umat Islam dan pembantaian terhadap
Muslim maupun menunjukkan wajah buruk Islam seperti kejahatan anti-kemanusiaan
yang dilakukan kelompok-kelompok takfiri seperti ISIS berbeda dengan makna
Jihad sebenarnya dalam Islam.
Masalah ikatan persahabatan dan kasih sayang juga memiliki kedudukan khusus
dalam Islam. Menurut Imam Ja’far Shadiq as, ketika dua orang Muslim bermusuhan,
maka setan bersuka cita, tapi ketika mereka berdamai, setan tidak berdaya. Di
bagian lain wasiatnya, Imam Ali memberikan nasehat supaya umat Islam jangan
sampai meninggalkan Amr Maruf dan Nahi Munkar. Beliau berkata, "Amr maruf dan nahi Munkar jangan sampai
ditinggalkan, sebab kejahatan akan menguasai kalian dan ketika berdoa tidak
akan terkabul,". Sejumlah riwayat menjelaskan bahwa salah satu penyebab
doa tidak terkabul disebabkan mengabaikan Amr Maruf dan Nahi Munkar.
Di akhir kata, wasiat mulia Imam Ali bagi umat Islam ini menunjukkan
hakikat keagungan beliau sebagai Amirul Mukminin. Harus diakui, jika wasiat
Imam Ali ini dijalankan dengan baik oleh kaum Muslimin saat ini, maka umat
Islam akan hidup mulia di dunia dan akhirat. Tapi amat disayangkan, wasiat yang
diucapkan Imam Ali menjelang kesyahidannya itu tidak diperdulikan oleh umat
Islam. Inna lillahi wa inna ilahi rajiun. (IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar