Label

Demokrasi Hanya Topeng Oligarkhi


UUD 1945 Pasal 33 menyatakan: "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Sekarang bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola dan dikuasai korporasi global. Dari perkebunan, pertambangan, hingga air di perut bumi. Air sumur yang dulu enak rasanya, kini tidak enak lagi karena tercemar, bersamaan dengan kerusakan ekologi yang massif. Hingga kita pun kini dipaksa untuk membeli air, yang juga dikelola dan dikuasai korporasi dan oligarkhi global.
Top of Form

Keserakahan korporasi menyebabkan dunia timpang, sebabnya tak lain karena mereka menguasai pasar seluruh kebutuhan pokok masyarakat dunia.

Dalam hal itu, pernyataan Noreena Hertz relevan dan masih kontekstual, ketika ia mengatakan, "Pasar yang tidak diatur, keserakahan korporasi, dan lebih lagi lembaga keuangan akan memiliki konsekuensi global yang serius terutama berdampak buruk bagi warga biasa"

Sementara itu, berdasarkan laporan South Center (2005) mengungkapkan bahwa sekitar 85-90 persen perdagangan pangan dunia dikontrol hanya lima korporasi multinasional.

 Sekitar 75 persen perdagangan serelia dikuasai oleh dua korporasi multinasional.

Dua korporasi raksasa menguasai 50 persen perdagangan dan produksi pisang. Tiga korporasi multinasional menguasai 83 persen perdagangan kakao.

Tiga korporasi menguasai 85 persen perdagangan teh. Lima korporasi mengendalikan 70 persen produksi tembakau.

Tujuh korporasi menguasai 83 persen produksi dan perdagangan gula.

Empat persen mengendalikan hampir dua pertiga pasar pestisida. Sedangkan empat korporasi raksasa menguasai seperempat bibit (termasuk paten) dan hampir seratus persen pasar global bibit transgenic.

Pernyataan Noreena Hertz tersebut sejalan dengan tesis Leftwich (1993), Gibson (1993), Hadenius dan Uggla (1990) yang menunjukkan model baru demokrasi yang diadopsi saat ini sebagai cara baru korporasi multinasional mengintervensi negara-negara dunia.

Inilah kemasan paling ampuh Kapitalisme global untuk memasukkan agenda tersembunyi ke negara tujuan dengan menggusur peran negara dan menggantikannya dengan pasar.

Cengkeraman korporasi multinasional di dunia memanfaatkan kelemahan demokrasi Liberal yang dipaksakan penerapannya di berbagai negara dunia, tanpa memerdulikan kearifan lokal. Korporasi raksasa multinasional juga memanfaatkan lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia (World Bank) untuk menekan kebijakan pemerintah sasaran pasar, termasuk Indonesia agar memuluskan jalan bagi mereka untuk mendulang pundi-pundi kekayaan di seluruh dunia.

Model "Democracy without Adjectives" yang berkembang dewasa ini tidak lain dari cara korporasi multinasional membenamkan cakarnya di seluruh dunia tanpa mengenal batas dan rambu-rambu, bahkan aturan negara.

Saking mengguritanya korporasi multinasional di dunia, Noreena Hertz (1999) menyebut korporasi multinasional menjelma menjadi institusi dominan yang mengalahkan negara dari sisi kekuasaan dan pengaruhnya di dunia.

Bertebarannya korporasi multinasional di Indonesia mengeruk kekayaan bangsa ini dan hanya sedikit saja kontribusinya bagi negara kita, ternyata bukan hanya fenomena yang menimpa Tanah Air saja. Di tingkat global, segelintir korporasi multinasional menguasai hajat hidup publik dunia, bahkan kebutuhan pokok seperti pangan dunia pun berada dalam kendalinya. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar