oleh
Putri Nuril Komari Badri (Universitas Padjajaran)
Selat Hormuz adalah
satu-satunya jalur perairan delapan negara di kawasan Teluk Persia atau Arab.
Delapan negara itu adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Bahrain,
Kesultanan Oman, Kuwait, Irak, dan Iran. Hampir setiap 10 menit satu kapal
tanker melewati selat tersebut. Sekitar 40 persen impor minyak dunia melewati
selat itu, dan sekitar 90 persen ekspor minyak negara-negara Arab teluk, Irak,
dan Iran melalui jalur Selat Hormuz.
Menurut kajian sebuah
lembaga energi di AS, diprediksi volume ekspor minyak yang melalui Selat Hormuz
bisa mencapai 35 juta barrel setiap hari pada tahun 2020.
Seperti yang diketahui
bahwa Iran sering kali berselisih dengan Negara-negara Barat terutama Amerika
Serikat. Puncak dari perselisihan antara Iran dan Amerika Serikat adalah akhir Desember
2011 dimana Amerika mengancam akan mengembargo perekonomian Iran khususnya
pengembargoan minyak. Hal ini adalah sanksi terbesar yang pernah
diberikan AS kepada Iran.
Meskipun Iran telah
terbiasa menerima sanksi-sanksi yang telah diberikan oleh AS, akan tetapi
sanksi kali ini benar-benar membakar amarah pemerintah Iran. Betapa tidak, Iran
adalah Negara yang hampir 90% perekonomian dan kehidupan rakyatnya ditunjang
oleh perdagangan minyak. Apabila AS menerapkan sanksinya maka kehidupan rakyat
Iran akan benar-benar terancam.
Iran mengambil tindakan
cepat dan cerdas dalam menghadapi ancaman dari Amerika Serikat. Dengan
menggunakan teori Ratzel bahwa Negara dapat dianalogikan sebagai sebuah organisme
yang memerlukan ruang dan sumber daya, yang dikenal sebagai “organic state theory”, maka Iran
meyakini bahwa Amerika Serikat meskipun sebagai Negara super power masih tetap
memerlukan sumber daya dan ruang dalam memenuhi kehidupannya.
Selain itu, dilihat dari
sudut pandang Rudolf Kjellen dengan menggunakan teori Quasi organic, yang menyatakan bahwa
negera merupakan organisme yang terlibat secara langsung dalam struggle for survival maka Iran mengambil
posisi sebagai Negara yang melindungi dan berjuang untuk keberlangsungan hidup
rakyatnya.
Dengan meyakini bahwa suatu
Negara membutuhkan ruang dan sumber daya alam maka Iran menggunakan Selat
Hormuz yang nota bene merupakan ruang bagi Amerika Serikat sebagai lalu lintas
kapal-kapal dagangannya sebagai geostrategic yang Iran gunakan untuk menanggapi
ancaman Amerika Serikat.
Analis politik Iran, Hussein Shariatamadari, mengklaim
Iran memiliki hak secara hukum menutup Selat Hormuz, baik sementara maupun
permanen berdasarkan kesepakatan Geneva tahun 1958 dan kesepakatan Jamaika
tahun 1982. Dua kesepakatan tersebut memberi hak kepada negara-negara yang
bertepi ke Selat Hormuz menutup selat itu secara permanen dan sementara jika
kedaulatannya terancam oleh kapal dagang atau militer yang melewati selat
tersebut.
Apabila ancaman Amerika
Serikat untuk mengembargo perminyakan Iran benar-benar dilaksanakan, maka Iran
akan menutup selat Hormuz bagi Amerika Serikat dan Negara-negara sekutunya yang
menyetujui pengembargoan tersebut. Hal ini akan langsung berdampak pada
perekonomian Amerika dan Negara Barat lainnya yang memang pada dasarnya tengah
mengalami krisis ekonomi.
Dalam hal ini, strategi
Iran sungguh brillian. Selat Hormuz adalah jalur yang digunakan untuk lalu
lintas perdagangan dunia. Bahkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
diperkirakan volume ekspor minyak yang melalui Selat Hormuz bisa mencapai 35
juta barrel setiap hari pada tahun 2020. Dengan menutup Selat Hormuz, maka
tidak hanya perekonomian Iran yang akan kacau karena pengembargoan minyak yang
dilakukan AS, akan tetapi, seluruh dunia juga akan mengalami hal yang sama
karena jelas perekonomian dunia akan sengat terganggu.
Meskipun teknologi milliter
Iran tidak secanggih teknologi militer Amerika Serikat, akan tetapi diyakini
bahwa penutupan Selat Hormuz oleh Iran akan tetap menyulitkan lalu lintas
pelayaran Amerika Serikat. Diperkirakan Iran akan menyebarkan ranjau-ranjau di
sekitar Selat Hormuz.
Harian terkemuka AS, The New York Times, menggambarkan
berapa kerugian yang akan dipikul perekonomian dunia jika kapal tanker minyak
yang akan melewati Selat Hormuz harus menunggu beberapa hari untuk bisa
melintasi selat tersebut karena harus menunggu kepastian selat itu bebas
ranjau. Padahal, dalam keadaan normal, tulis harian tersebut, berapa puluh
kapal tanker yang melewati Selat Hormuz. Geostrategi yang dilakukan oleh Iran
begitu cemerlang.
Selat Hormuz telah dapat
digunakan oleh Iran sebagai salah satu alat strategi yang digunakan untuk
membalas ancaman Amerika Serikat. (Foto: Militer Iran di Selat Hormuz)